Marquee Player, Akal-akalan Klub Tambah Pemain Asing?

By Jumat, 14 April 2017 | 12:02 WIB
Jose Coelho membawa Jersey Persela Lamongan, Senin (10/4) di Pendopo Pemkab Lamongan usai menandatangani kontrak selama satu musim. (TB KUMARA/JUARA.NET)

Lewat akun Instagram resminya pada Senin (10/4/2017), Persela mengumumkan perekrutan Jose "Coelho" Manuel Barbosa Alves. Ia diperkenalkan sebagai marquee player di kubu Laskar Joko Tingkir.

Penulis: Andrew Sihombing

Sehari sebelumnya, Pusamania Borneo FC lebih dulu mengumumkan marquee player miliknya. Adalah penyerang asal Selandia Baru, Shane Smeltz, yang diharapkan bisa menambah daya gedor Pesut Etam.

Belakangan, tim kontestan Liga 1 memang seperti berlomba-lomba mengakuisisi marquee player. PSM Makassar misalnya, menyebut siap mengangkat status penggawa asal Belanda, Wiljan Pluim, menjadi marquee player dan bukan lagi pemain asing biasa.

Adapun sejumlah klub lain, seperti halnya Persija dan Arema, tak lagi malu-malu menyampaikan keinginan membeli marquee player.

Bahkan Persiba Balikpapan disebut menjajaki kemungkinan menjadikan Anmar Al Mubaraki, yang sebelumnya dicoret oleh Persija, sebagai marquee player.

Pertanyaannya, apakah Coelho, Smeltz, Pluim, dan Anmar memang layak mengantongi status istimewa tersebut? Dilihat dari sisi regulasi, tentu saja demikian.

PSSI menyebut dua persyaratan bagi marquee player. Sang pemain harus pernah tampil setidaknya dalam satu dari tiga putaran final Piala Dunia terakhir atau pernah bermain di minimal satu dari delapan liga top Eropa (Jerman, Italia, Inggris, Spanyol, Prancis, Belanda, Turki, dan Portugal) selama delapan tahun terakhir.

Coelho memang masuk kriteria karena pernah berseragam Benfica pada 2009-2010. Begitu juga Smeltz, yang tercatat sebagai penggawa timnas Selandia Baru di PD 2010.

Selain itu, Pluim juga memiliki rekam jejak memperkuat sejumlah klub Eredivisie hingga musim 2014-2015 dan Anmar yang berseragam Heracles di Liga Belanda 2012-2013.

Mengebiri

Tapi, jangan lupa bahwa Coelho hanya semusim berada di Benfica, yakni pada 2009-2010, dan cuma bermain lima kali. Sisanya, ia dipinjamkan ke klub kasta kedua dan ketiga Liga Portugal.

Smeltz setali tiga uang. Hampir sebagian besar kariernya dihabiskan di Australia. Jangan lupa bahwa Selandia Baru lolos ke PD 2010 hanya setelah menjuarai kualifikasi zona Oseania dan memenangi duel play-off kontra Bahrain. Tidak istimewa!

Pluim? Rekam jejaknya memang mendingan, tapi kualitas sang pemain tidaklah superior dibandingkan Esteban Vizcarra, Shohei Matsunaga, atau Boaz Solossa hingga Irfan Bachdim.

Begitu pun dengan Anmar. Okelah, seperti ditegaskan Wakil Ketua Umum PSSI, Joko Driyono, marquee player tidak diukur dengan patokan kualitas.

"Bicara kualitas, sebetulnya cukup terjaga juga. Klub bertanding untuk mengejar kemenangan. Karenanya, tidak mungkin mendatangkan pemain sembarangan ke dalam tim," tutur Joko.

"Hanya, secara harfiah, marquee player itu adalah pemain yang memiliki dampak terhadap pasar. Karenanya, pertimbangan mengambil marquee player harus memiliki dampak terhadap market kepada klub dan liga secara keseluruhan," katanya.

Di sini letak kerumitannya. Tidak mudah mengukur apakah seorang marquee player berdampak terhadap pasar klub atau tidak.

Karena itu, tindakan sejumlah klub yang berbondong-bondong mendatangkan marquee player lebih cenderung sebagai siasat mendatangkan pemain asing tambahan demi meningkatkan daya saing di kompetisi.

Baca Juga:

Kebutuhan ini terasa mendesak karena kekuatan tim sudah pincang akibat kewajiban menurunkan tiga pemain U-23 di 45 menit pertama. Hal ini diakui oleh Haruna Soemitro, Manajer Madura United.

"Ya, jadinya seperti akal-akalan karena syaratnya ringan sekali," tutur Haruna.

"Mendapatkan marquee player sesuai persyaratan itu ringan sekali dan harga mereka juga tidak mahal. Hanya, akal-akalan ini juga muncul karena ada kebijakan yang cenderung dipaksakan kepada klub," ucapnya.

Akal-akalan atau tidak, yang jelas kebijakan ini berpotensi mengebiri kesempatan bagi pemain lokal. Padahal, dengan kebijakan hanya menurunkan tiga pemain asing sudah kerap disebut sebagai biang kerok minimnya pemain nasional berkualitas.

Apalagi bila nanti semua klub menurunkan empat pemain asing sekaligus dengan tameng marquee player!