Marquee Player, Akal-akalan Klub Tambah Pemain Asing?

By Jumat, 14 April 2017 | 12:02 WIB
Jose Coelho membawa Jersey Persela Lamongan, Senin (10/4) di Pendopo Pemkab Lamongan usai menandatangani kontrak selama satu musim. (TB KUMARA/JUARA.NET)

Mengebiri

Tapi, jangan lupa bahwa Coelho hanya semusim berada di Benfica, yakni pada 2009-2010, dan cuma bermain lima kali. Sisanya, ia dipinjamkan ke klub kasta kedua dan ketiga Liga Portugal.

Smeltz setali tiga uang. Hampir sebagian besar kariernya dihabiskan di Australia. Jangan lupa bahwa Selandia Baru lolos ke PD 2010 hanya setelah menjuarai kualifikasi zona Oseania dan memenangi duel play-off kontra Bahrain. Tidak istimewa!

Pluim? Rekam jejaknya memang mendingan, tapi kualitas sang pemain tidaklah superior dibandingkan Esteban Vizcarra, Shohei Matsunaga, atau Boaz Solossa hingga Irfan Bachdim.

Begitu pun dengan Anmar. Okelah, seperti ditegaskan Wakil Ketua Umum PSSI, Joko Driyono, marquee player tidak diukur dengan patokan kualitas.

"Bicara kualitas, sebetulnya cukup terjaga juga. Klub bertanding untuk mengejar kemenangan. Karenanya, tidak mungkin mendatangkan pemain sembarangan ke dalam tim," tutur Joko.

"Hanya, secara harfiah, marquee player itu adalah pemain yang memiliki dampak terhadap pasar. Karenanya, pertimbangan mengambil marquee player harus memiliki dampak terhadap market kepada klub dan liga secara keseluruhan," katanya.

Di sini letak kerumitannya. Tidak mudah mengukur apakah seorang marquee player berdampak terhadap pasar klub atau tidak.

Karena itu, tindakan sejumlah klub yang berbondong-bondong mendatangkan marquee player lebih cenderung sebagai siasat mendatangkan pemain asing tambahan demi meningkatkan daya saing di kompetisi.

Baca Juga: