ItalMilan, Milanello Mewujudkan Modello Milan

By Kamis, 27 Oktober 2016 | 22:33 WIB
Para pemain AC Milan merayakan gol mereka kegawang Sassuolo dalam laga Serie A di San Siro, Milan, Italia, 02 Oktober 2016. (MARCO BERTORELLO/AFP PHOTO)

Milanello merupakan kamp latihan papan atas yang banyak menginspirasi klub-klub sepak bola dunia. Namun, masa depan AC Milan direncanakan di sebuah tempat terpisah berjarak 60 kilometer dari salah satu sentra latihan paling modern di Eropa itu.

Penulis: Sem Bagaskara

Vismara. Di situ Milan mentransfer filosofi mereka kepada pemain-pemain belia, mulai dari kategori Pulcini (U-11), Esordienti (U-13), Giovanissimi (U-15), dan Allievi (U-17).

Skuat Primavera (U-20) berlatih di dekat Milanello.

Modul yang disebut modello Milan menjadi acuan dan diaplikasikan mulai dari skuat junior sampai tim utama. Filosofi tersebut dirumuskan oleh kepala akademi dan sektor usia muda Milan, Filippo Galli, pada 2015.

Sepanjang 2013, Galli rajin melakukan tur ke akademi-akademi klub terbaik Eropa, di antaranya Ajax Amsterdam, Barcelona, dan Bayern Muenchen.

Akademi Milan bukannya tertinggal. Buktinya, studi dari CIES Football Observatory pada 2012 memasukkan akademi Milan ke dalam 20 besar produsen pemain terbanyak di lima liga besar Eropa.

Baca Juga:

“Anda bisa belajar dari setiap hal. Bahkan, saya yakin jika mengunjungi Milan, mereka juga akan mendapatkan sesuatu yang baru,” kata Galli di situs Tuttomercatoweb.

Prinsip modello Milan yang paling utama adalah memacu keberanian pemain untuk memegang bola. Galli melihat bahwa para pemain di kompetisi usia muda rata-rata hanya menyentuh si kulit bundar kurang dari 20 kali dalam satu pertandingan.

“Hanya dengan cara ini Anda bisa menjadi pemain di Serie A. Jika merasakan ketakutan dalam turnamen usia muda, bagaimana bisa Anda bermain di San Siro? Satu-satunya cara untuk menghadirkan kenyamanan itu adalah dengan menyentuh bola sebanyak mungkin,” tutur Galli di La Repubblica.

Perihal dasar lain adalah tim mesti mengendalikan permainan, bermain menekan, dan menerapkan skema empat bek. Lantas kenapa Milan baru gencar menajamkan filosofi pada 2015?

Niatan itu merupakan respons dari keresahan manajemen tim. Usai meraih scudetto pada 2010/11, kemampuan Milan mendominasi lawan mengalami penurunan dari musim ke musim.

Bahkan, ketika Sinisa Mihajlovic memegang kendali tim utama pada 2015/16, Il Diavolo lebih suka bermain menunggu dan mengandalkan serangan balik. Itulah salah satu alasan kenapa umur Miha di kursi pelatih Milan tak panjang.

Masa Lalu

Pengalaman masa lalu juga melatarbelakangi proyek revitalisasi akademi Milan.

“Kami ingin mengulangi apa yang dilakukan pada 1986, ketika tim memiliki Franco Baresi, Paolo Maldini, Filippo Galli, Alessandro Costacurta, dan Alberigo Evani,” ujar CEO Milan, Adriano Galliani.

Semua nama yang disebut Galliani itu adalah jebolan akademi dan menjadi tulang punggung era The Dream Team (1988-1990). Tak cuma pengalaman manis, Milan juga belajar dari kenangan pahit.

Pada masa lalu Milan terbilang kurang sabar terhadap pemain mudanya. Alhasil, Il Diavolo beberapa kali tak merasakan buah manis dari talenta yang susah payah mereka pupuk.

Francesco Toldo, yang pernah mengantar Milan Berretti (U-20) meraih scudetto, tak pernah bermain di tim utama.


Francesco Toldo, kala membela Inter menghadapi Juventus di Giuseppe Meazza pada 19 Oktober 2002.(GETTY IMAGES)

Kiper Italia yang tampil gemilang di Euro 2000 itu justru bersinar bersama Fiorentina dan selama bertahun-tahun diandalkan rival sekota Milan, Internazionale.

Penyesalan terbesar Il Diavolo yang lain barangkali adalah Pierre-Emerick Aubameyang.

Penyerang yang kini membela Borussia Dortmund itu ditempa di lingkungan Vismara dan Milanello, tapi tak pernah merasakan atmosfer San Siro. Aubameyang dilepas ke Saint-Etienne pada 2011 dengan harga cuma 1,8 juta euro.

Nilai pasar pria berkebangsaan Gabon itu kini melambung ke angka 45 juta euro! Pemain lain yang bikin Milan gigit jari adalah Matteo Darmian.

Pada 2010, ia dijual ke Palermo dengan harga sangat murah: 800 ribu euro.

Karier Darmian kian menanjak. Puncaknya adalah kala ia dibeli oleh Man. United dengan biaya 18 juta euro pada musim panas 2015.


Bek Manchester United, Matteo Darmian, tersenyum usai membawa timnya menang 2-0 atas Crystal Palace di Old Trafford, Rabu (20/4/2016) waktu setempat.(OLI SCARFF/AFP )

Milan tentu juga kecewa berat melihat fakta bahwa pada rentang 2006-2016 mereka repot-repot mengeluarkan uang sekitar 42 juta euro hanya untuk membeli kembali pemain asli binaan akademi yang pernah mereka lego seperti Massimo Oddo, Marco Borriello, sampai Alessandro Matri.

Pengalaman adalah guru terbaik. Menajamkan filosofi di akademi akan mencegah Milan mengulangi kesalahan pada masa lalu.

Berbekal modello Milan, Il Diavolo akan bisa sedari dini mengidentifikasi pemain yang siap diproyeksikan sebagai bagian dari tim utama sekaligus memperkokoh fondasi proyek ItalMilan.