Kecemasan Berlebihan Klub Eropa soal Piala Afrika

By Kamis, 12 Januari 2017 | 14:59 WIB
Aksi selebrasi striker Liverpool, Sadio Mane, usai mencetak gol untuk timnya saat melawan Watford dalam laga lanjutan Premier League 2016-2017 di Stadion Anfield, Liverpool, pada 6 November 2016. (CLIVE BRUNSKILL/GETTY IMAGES)

Ambil cerita Pierre-Emerick Aubameyang. Pada Januari 2015, Borussia Dortmund tetap bisa menggunakan sang penyerang.

Sempat membela Gabon yang tersingkir di fase grup Piala Afrika 2015, ia kembali ke Dortmund pada akhir bulan itu dan masuk ke tim untuk gim perdana Bundesliga setelah libur, yakni melawan Leverkusen (31/1/15).

Kedua, Piala Afrika merupakan ajang terjadwal dari FIFA. Tentunya klub telah mengantisipasi kehilangan pemain sejak jauh-jauh hari.

Lagi pula, cuma segelintir pemain Benua Afrika dalam satu klub Eropa, sehingga sebuah tim tidak perlu membuat perubahan besar-besaran dalam taktik.

Siap Tak Siap

Sepertinya, banyak klub yang siap menghadapi Piala Afrika. Buktinya, nyaris tidak terdengar kisah prestasi sebuah klub terjun bebas gara-gara ditinggal pemainnya ke Piala Afrika.

Sebaliknya, sejumlah klub masih mampu bersaing dengan para rival masingmasing. Banyak contoh nyata. Pada 2009/10, Internazionale kehilangan striker tajam, Samuel Eto'o, yang memperkuat Kamerun di Piala Afrika 2010.

Begitu pula Chelsea yang harus merelakan bomber Didier Drogba membela Pantai Gading. Baik Inter maupun Chelsea tak terkalahkan di semua ajang selama dua pemain penting mereka absen.

Inter malah menjuarai tiga turnamen, termasuk Serie A dan Liga Champion 2009/10, sementara Chelsea kampiun Premier League musim itu.

 

Pada akhir musim tersebut, Eto'o menyumbang 16 gol buat Inter, sedangkan Drogba membukukan 37 gol di seluruh kompetisi bagi Chelsea.