Prancis Terbuka, Sejarah Baru di Paris

By Kamis, 15 Juni 2017 | 19:15 WIB
Petenis Spanyol, Rafael Nadal, melakukan selebrasi usai penyerahan trofi juara tunggal putra Prancis Terbuka 2017 di Roland Garros, Paris, (11/6/2017). Di partai final, Nadal mengalahkan petenis Swiss, Stan Wawrinka. (CLIVE BRUNSKILL/GETTY IMAGES)

Jika saja Rafael Nadal warga Prancis, bukan tak mungkin kompleks tenis Roland Garros akan berganti dengan namanya karena tercatat sebagai Grand Slam yang menebar sejarah dan cerita yang bisa menjadi identitas baru turnamen dan sudah bergulir sejak 1891 itu.

Penulis: Dede Isharrudin

Salah satunya dan terbesar sudah pasti keberhasilan Nadal mengangkat lagi La Coupe des Mousquetaires untuk kali ke-10.

Kesuksesan yang sulit dilakukan siapa pun itu terjadi Minggu (11/6/2017) saat ia mengalahkan Stan Wawrinka di final dengan skor 6–2, 6–3, 6–1. Sebuah final yang mudah bagi sang maestro, yang tahun ini menginjak usia 31 tahun.

Bagi Nadal, trofi ke-10 ini sekaligus sebuah pengesahan akan gaya bermain yang brilian dan hebat serta sulit ditaklukkan di lapangan tanah liat.

Pada 2015, dia gagal karena kehilangan rasa percaya diri. Pada 2016, dia mundur pada babak ketiga karena mengalami cedera.

Baca Juga:

Siapa pun tahu, forehand merupakan senjata utama Nadal. Ia bisa memaksimalkan forehand sebagai senjata mematikan di lapangan tanah liat karena dpunya kemampuan teknis untuk memukul forehand dengan spin yang dalam dan kuat.

Saat bola hasil pukulan Nadal mendarat di lapangan jenis itu akan sulit untuk dikembalikan atau dikejar karena meluncur terlalu deras.

"Anda butuh situasi dan kombinasi yang tepat untuk memenangi 10 gelar Prancis Terbuka. Meski semua orang bilang saya cocok dengan lapangan ini, saya tidak pernah berpikir bisa menjuarai sebanyak itu. Bangga bahwa saya yang melakukannya," ucap Nadal.