NBA Finals - Kisah Masa Lalu Kelam Para Pemain Toronto Raptors

By Firzie A. Idris - Jumat, 14 Juni 2019 | 20:55 WIB
Pemain Toronto Raptors, Fred VanVleet pada acara MLSE Launch Pad, suatu tempat di mana anak-anak dapat menggunakan olahraga untuk mewujudkan potensi mereka.
@RAPTORS
Pemain Toronto Raptors, Fred VanVleet pada acara MLSE Launch Pad, suatu tempat di mana anak-anak dapat menggunakan olahraga untuk mewujudkan potensi mereka.

JUARA.net - Toronto Raptors memastikan diri jadi juara NBA setelah menang dramatis 114-110 atas Golden State Warriors pada Game 6 NBA Finals, Jumat (14/6/2019) dini hari WIB.

Berkat kemenangan 4-2 secara keseluruhan tersebut, franchise asal Kanada ini menjadi juara NBA untuk pertama kalinya sepanjang sejarah mereka.

Toronto Raptors merupakan tim pertama di luar Amerika Serikat yang memenangkan gelar NBA.

Perjalanan para pemain Raptors menuju gelar juara ini tidak mudah.

Sebagian dari mereka menghadapi tragedi yang sangat menguji kekuatan mental dan fisik mereka pada masa kecil dan era pembentukan sebagai seorang pria.

Baca Juga: Juara NBA, Toronto Raptors Akhiri Masa Derita dan PHP Dua Dekade

Fred VanVleet baru berusia lima tahun ketika ayahnya, Fred Manning, meninggal pada 1999.

Fredd Manning adalah seorang pebasket muda berbakat yang sayangnya kerap terjerumus masalah. Suatu malam, ia ditembak mati saat terlibat dalam transaksi narkoba di sebuah apartemen di dalam kota.

Lulus dari Rockford Public School, VanVleet lalu ditolak oleh semua universitas di negara bagian ia berasal.

Ia akhirnya mendapat tempat di Wichita State University dan mengantar mereka ke musim sempurna 35-0. Akan tetapi, VanVleet kembali dihiraukan oleh semua tim NBA di Draft 2016.

VanVleet baru bergabung dengan Toronto Raptors pada 2016 lewat jalur NBA Summer League.

Ayah Kahwhi Leonard, sang MVP di NBA Finals 2019, juga menjadi korban penembakan saat sang pemain baru berusia 16 tahun.

Mark Leonard ditembak mati di luar tempat cuci mobil di Compton, Los Angeles, pada 2008.

Kematian Mark masih menjadi salah satu kasus pembunuhan yang tidak terpecahkan hingga hari ini.

Baca Juga: NBA Finals 2019 - Menang, Toronto Raptors Cetak Sejarah di NBA

"Saya pikir, kejadian itu membuat saya sadar bahwa kehidupan dan bola basket adalah dua hal berbeda. Kita harus menikmati waktu dan momen-momen yang ada," tutur Leonard seperti dikutip JUARA.net dari The Score.

Kawhi Leonard masuk jajaran legenda basket Amerika dengan keberhasilan menjadi MVP di NBA Finals. Ia menjadi orang ketiga yang bisa menjadi MVP di dua NBA Finals setelah Kareem Abdul-Jabbar dan LeBron James.

Kisah pilu juga dialami pemain asal Kongo, Serge Ibaka. Ibu pemain berusia 29 tahun ini meninggal ketika ia masih berusia delapan tahun.

Mendiang ibunya, Amadou Djonga, merupakan anggota Timnas Basket Republik Demokratis Kongo. Kematiannya yang disebabkan oleh penyebab alami itu membuat Ibaka kecil sangat terpukul.

Apalagi, setahun setelah itu, Perang Kongo Kedua merebak. Konflik tersebut menjadi perang terbesar di Afrika pada era modern dengan lima juta orang meninggal dunia, terbesar sejak Perang DUnia Kedua.

Ayah sang pemain, Desire Ibaka, masuk penjara pada 2002 dan Serge harus tinggal bersama neneknya. Ayahnya baru dilepaskan setahun kemudian setelah perang berakhir.

"Mungkin, karena alasan-alasan ini Serge selalu memiliki mentalitas tangguh dan dapat mencapai target demi targert," ujar Pere Gallego, agen Ibaka kepada The Oklahoman.

Baca Juga: Jadwal MotoGP Catalunya 2019 - Seri Historis di Sirkuit Montmelo

Tragedi juga menimpa Pascal Siakam dengan ayahnya meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil ketika sang pemain berusia 20 tahun.

Kyle Lowry merupakan pemain yang paling lama membela Raptor di skuat ini.

Masa kecilnya juga penuh tantangan karena ia tumbuh besar di Philadelphia Utara, suatu distrik yang penuh kekerasan.

Sang Point Guard dibesarkan oleh seorang single mother dan neneknya. Namun, keduanya  memastikan bahwa Lowry akan bermain basket secara profesional.

"Sebelum berangkat kerja, ibu saya harus bangun pada jam 5 pagi, membuatkan sarapan dan menjadi tulang punggung adik saya dan keluarga. Itu baru tekanan," tutur Lowry.

"Ia melakukan segalanya agar anak-anaknya dapat menjadi lebih baik ketimbang apa yang ia lalui."


Editor : Firzie A. Idris
Sumber : berbagai sumber


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X