Besar Pasak dari pada Tiang, Balon eSports Dikatakan Bakal Meletus

By Firzie A. Idris - Senin, 27 Mei 2019 | 15:49 WIB
Seorang pemuda sedang asyik memainkan eSports di High Grounds Icafe, Jakarta Utara, Selasa (24/7/201
SEPTIAN TAMBUNAN/BOLASPORT.COM
Seorang pemuda sedang asyik memainkan eSports di High Grounds Icafe, Jakarta Utara, Selasa (24/7/201

JUARA.net - Selama bertahun-tahun, industri eSports dikabarkan bakal menjadi liga sebesar NBA, Premier League, atau NFL. Namun, ada kekhawatiran bahwa balon tersebut akan meletus.

Sejauh ini, dana ratusan juta dolar mengalir deras ke dunia eSports. Di Amerika Serikat, turnamen DOTA 2, The International, menyediakan hadiah total 25,5 juta dolar.

Para pemain eSports digaji hingga jutaan dolar AS sementara mereka bermain di arena-arena eSports megah yang dibangun dengan dana di angka 50 juta dolar AS.

Slot di liga League of Legends, Overwatch, atau Call of Duty Amerika Serikat bisa mencapai 60 juta dolar AS.

Frank Fields, manajer sponsorship perusahaan hardware asal Amerika Serikat, Corsair, mengutarakan bahwa ada value di eSports tetapi tidak sebesar yang dikatakan orang-orang dewasa ini.

Baca Juga: Eks Rider MotoGP Akhiri Puasa Kemenangan 6 Tahun

"Tidak masuk akal untuk menghamburkan uang ke industri yang tidak punya penghasilan mumpuni," tutur Fields, seperti dikutip JUARA.net dari Kotaku.

"Lebih cepat kita menyadari bahwa kita menipu pihak-pihak luar, akan lebih baik buat industri ini ke depannya dan kita bisa mencegah balon itu sebelum meletus."

Ia mencontohkan apa yang terjadi pada media 2000-an ketika mantan presiden Fox Sports, David Hill, meluncurkan Championship Gaming Series, semacam  liga olahraga untuk video game.

Apa yang Hill lakukan merupakan langkah revolusioner. Bos media asal Australia, Rupert Murdoch, pun menginjeksikan hingga 50 juta dolar pada 2007.

Ketika itu, komentator pertandingan Quake bahkan dibayar hingga 300 ribu dolar (4 miliar rupiah) untuk mengawal laga dan para pemain menerima gaji hingga jutaan dolar.

Baca Juga: Video Messi Dipermalukan Coquelin Dua Kali di Final Copa Del Rey

"Saya tahu bahwa hal ini tak bisa dipertahankan dengan tim-tim tak bisa menghasilkan uang cukup banyak," ujar Fields.

Championship Gaming Series pun hanya bertahan hingga 2008, seiring dengan munculnya krisis finansial dunia.

Fields kini mengatakan bahwa dunia eSports memasuki era franchise dengan publisher-publisher game terkemuka seperti Activision Blizzard (Call of Duty, Overwatch) dan Riot Games (League of Legends) menawari slot untuk tim-tim yang ingin bertanding.

Harga slot ini bisa mencapai 60 juta dolar (Rp863 miliar) atau setara dengan apa yang Liverpool keluarkan untuk menggaet kiper Alisson dari AS Roma pada awal musim.

Pada 2018, menurut data NewZoo, investor-investor (termasuk klub-klub olahraga tradisional) menyuntikkan dana hingga 682 juta dolar ke eSports.

Alhasil, gaji para pemain pun meningkat. Pemain League of Legends profesional di Amerika Serikat bisa mendapat rataan gaji 105 ribu dolar per tahun pada 2017.

Namun, setelah liga menjadi franchise setahun kemudian, rataan tersebut meledak hingga 320 ribu dolar dengan beberapa pemain menerima gaji jutaan dolar per tahun.

"Pemasukan tim-tim ini belum seimbang dengan permintaan gaji para pemain," tuturnya.

Bahkan, satu pegawai Riot Games yang punya pengetahuan soal pemasukan eSports mengatakan bahwa tujuan utama tim-tm eSports sekarang adalah bagaimana agar tidak kehilangan uang terus menerus.

Mereka belum membicarakan cara mencari keuntungan.

Baca Juga: Super Human - Wanita ini Cetak Rekor Lakukan Plank 4 Jam!

Satu hal yang ditekankan Kotaku adalah investasi bukanlah pemasukan, atau pun pendapatan. Kebanyakan tim eSports masih membakar uang - dari para investor mereka - dan belum mencatatkan keuntungan.

Salah satu aspek yang masih sulit dikembangkan adalah soal pengeluaran suporter dalam mendukung tim.

Namun, fans olahraga tradisional Amerika mengeluarkan rata-rata hingga 710 dolar AS menghadiri event olahraga tradisional sementara fans eSports hanya mengeluarkan uang uang 5 dolar dalam setahun.

Potensi suporter eSports memang sangat besar.

Kejuaraan Dunia League of Legends musim lalu mengundang 200 juta penonton hanya dari China walau angka itu dipangkas menjadi 99,6 juta unique views berdasarkan data dari Riot Games.

Perbedaannya, para suporter eSports lebih senang mengikuti sosok pemain ketimbang tim. Di sini letak perbedaan eSports dengan model tradisional tim olahraga.

Pemain sukses dengan pengikut setia akan bisa mengeruk lebih banyak keuntungan lewat sponsor di platform Twitch atau YouTube ketimbang jika mereka memperkuat tim eSports.


Editor : Firzie A. Idris
Sumber : kotaku.com


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X