Rumah Baru Itu Bernama Bali United...

By Ary Wibowo - Minggu, 6 September 2015 | 21:27 WIB
CEO Bali United, Yabes Tanuri
Ary Wibowo / Kompas.com
CEO Bali United, Yabes Tanuri

Kiprah Bali United di ajang Piala Presiden 2015 menuai pujian. Meski berstatus pendatang baru, klub asal Pulau Dewata itu mampu menampilkan performa menawan yang sekaligus juga telah memunculkan warna baru di dalam persepakbolaan Indonesia.

Lihat saja target klub yang fokus terhadap rencana melahirkan bakat-bakat baru untuk sepak bola Indonesia. Hal itu pula yang menjadi alasan manajemen klub merekrut Indra Sjafri yang sempat sukses mengantarkan tim nasional Indonesia U-19 menjuarai Piala AFF 2013.

Selain peduli terhadap perkembangan sepak bola usia muda, Bali United juga mencoba tetap konsisten menjalankan perannya sebagai klub profesional di tengah berbagai persoalan sepak bola Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari langkah skuat Bali United yang tetap berlatih meski kompetisi Indonesia Super League (ISL) dihentikan sejak April 2015 setelah pemerintah membekukan PSSI.

Keikutsertaan Bali United di dunia sepak bola Indonesia sejatinya tidak terlepas dari peran pemilik klub, Yabes Tanuri. Pria yang juga adik dari Pieter Tanuri, Presiden Director Multistrada itu, memiliki rencana besar membangun skuat berjuluk Serdadu Tridadu sebagai salah satu tim kuat di Indonesia.

Kepada JUARA.net, di sela perhelatan Piala Presiden 2015, Yabes bercerita banyak mengenai alasannya terjun ke dalam dunia sepak bola Indonesia bersama Bali United serta kelanjutan program-program klub. Berikut ini adalah petikan wawancaranya:

Apa alasan Anda terjun ke sepak bola Indonesia?

Sepak bola Indonesia lepas dari dana APBD sejak 2011. Oleh karena itu, menurut saya, sepak bola kita masih "balita" jika masuk ke kategori industri. Membentuk industri normalnya memerlukan waktu bertahun-tahun. Indonesia memang gemar sepak bola, tetapi perkembangan industrinya baru berjalan sebentar.

Banyak contoh industri sepak bola di negara-negara maju yang berjalan cukup lama. Bahkan, kalau mau contoh lain, sebut saja negara-negara berkembang, seperti Argentina dan Brasil. Mereka negara berkembang, tetapi industri sepak bolanya bisa dibilang sudah maju. Kenapa bisa seperti itu? Karena selain dipenuhi talenta yang luar biasa, mereka mempunyai nilai yang tinggi.

Jadi, menurut saya, ini momen yang tepat untuk terjun ke dunia sepak bola Indonesia. Kalau kami berkecimpung ketika sepak bola di Indonesia sudah masuk ke kategori industri maju, sudah pasti biayanya juga sangat mahal. Saya berharap dengan seiring berkembangnya industri sepak bola, nilai perusahaan-perusahaan juga bisa menjadi lebih besar.

Faktor kecintaan terhadap sepak bola?

Ya, saya juga sebenarnya suka dengan sepak bola. Kalau hanya menonton di televisi atau cafe-cafe saja memang rasanya kurang "menggigit". Selain itu, saya pun melihat dari segi industri, value, dan ada kemauan untuk ikut serta memajukan sepak bola Indonesia. Saya mau ikut mencoba apakah bisa atau tidak sih? Mencoba profesional bisa dilakukan atau tidak sih di sini? Tentunya, sebagai tim, kami akan terus mencoba profesional.

Mengapa memilih Bali?

Pertama, ketika kami mengambil Pusam, saya bertanya kepada beberapa sponsor ingin bertempat di kota mana. Kebetulan dari beberapa kota, kami memutuskan untuk bertempat di Bali karena di sini juga kan tidak ada tim ISL.

Selain itu, nama Bali juga sudah berkumandang di dunia internasional. Dengan Bali United, saya berharap Bali juga bisa menjadi tujuan wisata olahraga Indonesia, meskipun sepak bola kita saat ini sedang disanksi FIFA. Hukuman itu pun mau tidak mau membuat kami harus bergerak dan melakukan promosi program-program lebih cepat.

Mengacu kepada beberapa klub Bali sebelumnya yang banyak "gulung tikar", seberapa besar keyakinan Bali United akan sukses?

Kami akan mencoba seprofesional mungkin. Kami saat ini memiliki tim marketing yang berisi sekitar 9 hingga 10 orang yang boleh dibilang expert di bidangnya. Mereka biasa bikin event olahraga, tetapi bukan skala seperti ini (sepak bola).

Ternyata hasilnya cukup memuaskan. Menurut mereka euforia dalam sepak bola itu berbeda ketimbang olahraga lain. Dulu kalau kami mau promo produk itu cukup sulit. Akan tetapi, di sepak bola, dalam beberapa jam saja, sekali promo, misalnya, follower bisa bertambah 1000 hingga 1500. Jadi, kami berusaha menyinergikan antara klub dan marketing. Prestasi tim juga sangat penting karena agar dapat membangkitkan value produk. Saya percaya bahwa tim-tim sepak bola itu adalah perpanjangan dari marketing company dari perusahaan-perusahaan besar.

Bahkan, bukan hanya tim kami saja. Manchester United saja adalah perpanjangan marketing dari perusahaan besar. Nah, tetapi apakah bisa dibilang hanya marketing saja? Jelas tidak karena produknya itu adalah klub. Nilai dari produk itu bisa berupa prestasi. Diperlukan juga adanya kemauan dari seluruh tim untuk promo produk. Hal ini semua nantinya akan didukung oleh faktor lain, misalnya, suporter. Saya jarang mendengar suporter di Bali rusuh dan ribut besar. Ini jelas pasti berpengaruh terhadap brand image klub.

Menurut Anda, dari segi marketing, apa yang kurang di dalam dunia sepak bola Indonesia?

Kita belum dianggap oleh brand luar sebagai tempat strategis untuk melakukan brand image. Beberapa biasanya mau satu brand saja yang besar dan bisa dijual di luar negeri. Tidak ada tuh yang mau banyak karena dianggap nilai kita rendah. Jadi terpaksa kita bagi-bagi. Apakah nanti bisa terus menerus seperti itu? Menurut saya, pasti bakal berubah karena perusahaan akan lebih mudah memasarkan produk di klub sepak bola ketimbang harus memasang billboard-billboard.

Akan tetapi kenapa itu masih dianggap rendah? Satu adalah masalah image. Coba, misalkan, kalau fans Persija semuanya mau beli produk-produk orginal, pasti keuntungan mereka akan sangat banyak sekali. Belum lagi melihat fans Persib yang memiliki jutaan suporter di Indonesia.

Performa Bali United sejauh ini, dan khususnya di ajang Piala Presiden?

Saya sangat senang. Apalagi, kami dan seluruh tim sudah bersama-sama bersusah payah. Sejak awal, kami mempunyai beberapa kerjasama acara-acara seperti goes to campus, seleksi untuk skuad U-19, dan sejumlah coaching clinic.

Indra Sjafri juga sudah membuat beberapa program. Kami memang percaya bahwa sepak bola akar rumput harus diutamakan. Intinya, menurut saya, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama yaitu kesejahteraan sudah terjamin, kedua adanya pelatihan sepak bola akar rumput untuk para pemain-pemain muda.

Kami percaya dua hal tersebut. Oleh karena itu, marketing kami kerja gila-gilaan. Apalagi, ISL tidak berjalan. Kebetulan, selain ingin susah bersama, kami juga punya mindset bahwa kami sedang membangun rumah, bukan beli rumah. Kalau beli rumah mudah, tetapi biasanya tidak seusai dengan kemauan.

Sekarang kami mempunyai arsiteknya (Indra Sjafri). Jadi, fondasi sudah ada dan nanti semua kami tanyakan kepada coach IS hal-hal yang diperlukan untuk membangun rumah itu apa saja. Tentu pastinya akan ada perbedaan antara kami dengan tim-tim ISL lain, tetapi, meski kami adalah tim baru, bukan berarti kami tidak membayar kewajiban dan hak-hak para pemain.

Berapa lama target membangun skuat?

Sejauh ini belum ada. Sebelumnya, ketika ISL dimulai, kami hanya minta agar tidak terdegradasi. Namun, ISL dihentikan dan sampai saat ini (di ajang Piala Presiden) kami merupakan tim yang paling siap karena terus menggelar latihan meski kompetisi tidak berjalan.

Kami tidak minta untuk menjadi juara, meskipun siapa sih yang tidak ingin menjadi juara. Akan tetapi, kami akan terus bersiap dan mencoba semaksimal mungkin di setiap pertandingan. Menurut saya, yang terpenting adalah tampil konsisten dan kami dari tim marketing pastinya juga akan berusaha semaksimal mungkin.

Program apa yang sudah Anda siapkan?

Untuk Piala Presiden, kami sedang menyusunnya lagi. Setelah pertandingan ketiga, kami akan kembali menggelar meeting di Jakarta untuk membicarakan program itu. Sebelumnya, diluar turnamen Piala Presiden, kami juga sudah berkerja sama dengan Kick Andy untuk gerakan 1 juta bola yang berkaitan dengan kepedulian coach Indra terhadap sepak bola akar rumput di Indonesia.

Apalagi kita tahu bahwa beberapa bola yang dimainkan oleh anak-anak di beberapa daerah itu jelek sekali dan tidak layak dipakai. Bahkan, satu bola biasanya dimainkan 20 hingga 30 orang. Kalau seperti itu majunya sepak bola kita kapan?

Selain itu, untuk jangka tengah, kami juga sedang berusaha membangun hotel dan sekolah internasional yang di dalamnya ada sekolah sepak bola (SSB). Akan tetapi, tidak hanya SSB, saya juga mau ada dormitory. Memang hingga saat ini kebanyakan orang dari keluarga prasejahtera yang menonjol (jika memasukan anaknya ke SSB). Akan tetapi, menurut saya, itu masih kurang karena gizi mereka tidak terjaga sejak kecil. Saya berharap lulusan sekolah kami ini nanti bisa menjadi pemain-pemain bintang.

Dampak adanya sanksi FIFA?

Sebenarnya kami rugi lumayan besar dengan adanya sanksi FIFA. Kalau tidak disanksi, tim senior Werder Bremen mau datang ke tempat kami, begitu juga dengan Melbourne City dan Perth Glory. Padahal mereka semua sudah bersedia bermain di sini. Sekarang kalau seperti ini kami hanya bisa bergerak di dalam saja, misalnya, dengan membentuk event grass root. Jadi, saya berharap semua masalah ini bisa segera selesai.

Mimpi besar Anda untuk sepak bola Indonesia?

Saya berharap industri sepak bola kita bisa maju. Kalau bisa seperti Inggris atau negara-negara berkembang seperti Argentina dan Brasil. Meski berstatus negara berkembang, sepak bola di sana (Argentina dan Brasil) bisa maju, kok. Jika industri sepak bola maju, tentunya prestasi sepak bola kita juga bakal maju.

Ikuti Liputan Khusus Piala Presiden 2015 di sini


Editor : Ary Wibowo
Sumber : juara.net


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

TERPOPULER

Close Ads X