Panahan, Belahan Jiwa Kusumawardhani

By Suryo Wahono - Sabtu, 19 September 2015 | 00:43 WIB
Kusumawardhani, panahan mengalir di dalam dirinya.
Abdi Satria
Kusumawardhani, panahan mengalir di dalam dirinya.

Bersama Lilies Handayani dan Nurfi triyana Saiman, Kusumawardhani meraih perak di panahan nomor beregu recurve pada Olimpiade Seoul 1988. Raihan itu menjadi medali pertama Indonesia pada ajang multicabang terbesar di dunia tersebut.

Bagi ibu satu anak ini, perak Olimpiade itu adalah buah kerja kerasnya sebagai pepanah yang dimulai pada 1983.

Ketika itu, ia mulai berlatih dibawah bimbingan Asbdul Hamid, pelatihnya yang kebetulan membutuhkan pepanah putri.

“Saya sangat termotivasi berlatih enam jam sehari karena dijanjikan mewakili Sulsel di Kejurnas. Bagi saya, ini kesempatan langka bisa bepergian ke luar Makassar,” kenang Kusumawardhani kepada BOLA pekan lalu.

Tekad dan motivasi besar jadi modal Kusumawardhani untuk meraih emas di Kejurnas di Jakarta. Ajang itu hanya berselang enam bulan setelah memulai berlatih panahan.

“Mimpi saya pun jadi besar setelah masuk pelatnas. Saya ingin ke luar negeri, impian yang mungkin sulit terwujud kalau saya tidak menjadi atlet panahan,” kata Kusumawardhani yang menghabiskan masa kecil sampai dewasa bersama keluarganya dengan menempati ruang sempit di Stadion Andi Mattalatta Mattoangin, Makassar.

Setelah menghuni pelatnas, prestasi Kusumawardhani melejit dengan puluhan koleksi gelar di dalam dan luar negeri. Dia pun akhirnya bisa menjejakkan kaki pada empat benua.

“Raihan perak di Olimpiade Seoul jadi kenangan terindah buat saya. Bukan semata soal medalinya tapi prosesnya yang tidak bisa saya lupakan,” ujarnya.

Sebelum bertanding di Olimpiade 1988, Kusumawardhani, Nurfi triyana dan Lilies menjalani latihan yang spartan dan keras di Sukabumi. Saking kerasnya, ketiganya merasa jadi ‘korban obsesi’ sang mentor, Donald Pandiangan, yang ingin meraih medali Olimpiade lewat anak didiknya setelah dia sendiri selalu gagal.

“Terus terang, kami sempat marah dan kesal pada Bang Donald. Kami merasa mendapat perlakuan tidak manusiawi. Tapi, kami akhirnya sadar ini semua demi harga diri Indonesia. Kami bertiga pun saling menguatkan untuk terus fokus berlatih,” kata Kusuma.

Apalagi, selain berlatih keras di Sukabumi, ketiganya diberi kesempatan berlaga di sejumlah turnamen di AS dan Jerman.

“Hasilnya membuat kami lebih percaya diri menatap persaingan di Seoul. Di AS Terbuka kami mendapat emas, sedangkan di Jerman Terbuka dapat perunggu,” ujar Kusuma.

Menariknya, Kusuma mengaku sempat ngambek sehari sebelum meraih perak Olimpiade. Saat itu, Donald marah besar karena anak didiknya gagal total di nomor perseorangan.

“Bang Donald bilang, saya menyerahkan keputusan kepada kami. Mau atau tidak dapat medali. Saya sempat merenung semalam penuh. Akhirnya, saya bertekad ini adalah kesempatan terbaik kami meraih medali di Olimpiade,” kenangnya.

Indonesia akhirnya meraih perak di nomor beregu. Emas diraih tuan rumah Korsel dan perunggu didapat AS.

Sulit Lepas Panahan

Bagi Kusuma, panahan sudah memberikan  segalanya. Selain prestasi, jalan-jalan keluar negeri dan status sebagai pegawai negeri sipil, dia juga mendapatkan pasangan hidup. Adang Adjiejie (alm), pepanah nasional yang kemudian memberinya seorang anak, Amanda Fajiriana. Adang meninggal pada 2002.

Panahan bagi saya adalah belahan jiwa. Sulit buat saya meninggalkannya meski kesibukan sebagai PNS di Pemprov Sulsel juga padat,” katanya.

Srikandi yang bergelar magister manejemen ini mengaku beruntung punya Kurniah, pimpinannya di kantor yang memahami kecintaan Kusuma pada panahan dengan memberinya izin untuk memantau latihan pepanah Sulawesi Selatan yang bertarung di Pra PON 2016, Oktober mendatang.

“Terus terang sebagai mantan pepanah nasional, saya miris melihat panahan Sulsel gagal meraih medali di PON 2012,” katanya.

Padahal, Sulsel dikenal sebagai lumbung pepanah nasional. Selain Kusuma, Suradi dan Suherman. “Kami sudah berkomitmen untuk sama-sama mengembalikan kejayaan panahan Sulsel.”

Penulis: Abdi Satria


Editor :
Sumber : Harian BOLA, 18 September 2015


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X