Kursi PSSI, Sumber Pengikat Daya Tarik

By Kamis, 13 Oktober 2016 | 18:21 WIB
Mantan Ketua Umum (Ketum) PSSI 2011-2015, Djohar Arifin Husin (paling kiri), sedang memaparkan visi dan misinya dalam debat calon Ketum PSSI 2016-2020 di Gedung SCTV Tower, Senayan, Jakarta, Selasa (4/10/2016).
HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLA/JUARA.NET
Mantan Ketua Umum (Ketum) PSSI 2011-2015, Djohar Arifin Husin (paling kiri), sedang memaparkan visi dan misinya dalam debat calon Ketum PSSI 2016-2020 di Gedung SCTV Tower, Senayan, Jakarta, Selasa (4/10/2016).

Bursa calon Ketua Umum PSSI kerap menyita perhatian. Salah satu penyebabnya jelas karena sepak bola merupakan cabang olahraga yang paling diminati di negeri ini. Tak heran jika sosok yang dianggap gagal bakal menerima penghakiman dari publik, apalagi jika yang bersangkutan erat dengan kepentingan politis.

Penulis: Martinus Bangun/Gonang Susatyo

Keikutsertaan Djohar Arifin dalam bursa pencalonan Ketua Umum PSSI 2016-2020 mungkin bisa dianggap contoh nyata. Pria berusia 66 tahun yang sempat menduduki kursi PSSI-1 periode 2011-2015 ini kembali mengincar posisi serupa.

Hanya, ia menolak jika dianggap terlalu ambisius.

"Ya sah-sah saja kalau orang menganggap posisi Ketua Umum PSSI itu sebagai sesuatu yang prestisius, tapi tidak bagi saya. Keikutsertaan saya kali ini lebih untuk melanjutkan program-program terdahulu. Fair saja, kalau memang nantinya saya gagal, ya saya siap diganti dan dicaci," ujar Djohar.

Ada pula yang beranggapan bahwa PSSI itu ibarat gadis cantik dan seksi. Tingkat popularitasnya cukup tinggi dan kerap memiliki daya tarik tersendiri.

“Bagaimana tidak, organisasi ini mengurusi olahraga yang paling digemari di Indonesia," ujar Sekum Asprov PSSI DI Yogyakarta, Dwi Irianto.

Kecintaan publik pada bal-balan ini juga diiringi dengan harapan tinggi akan prestasi internasional.

Masalahnya, alih-alih merancang langkah sistematis untuk mewujudkan ekspektasi tersebut, para calon pengurus PSSI justru kerap sekadar mengumbar mimpi-mimpi indah itu.

Baca Juga:

Inilah yang membuat sosok PSSI-1 langsung menjadi sasaran cacimaki saat mimpi kosong, karena tak dirancang secara sistematis, itu tak kunjung menjadi kenyataan.

"Jadi jika timnas mengalami kegagalan, PSSI dianggap sebagai yang paling bertanggung jawab. Hal yang wajar pula jika Ketua Umum PSSI selalu menjadi sasaran caci-maki saat timnas gagal berprestasi," ujar Dwi melanjutkan.

"Fenomena ini bahkan tak hanya terjadi di tingkat pusat, tapi juga di tingkat daerah seperti Asprov," lanjutnya.

Sampai ke Daerah

Bukti lain bahwa PSSI kerap menghadirkan popularitas tinggi adalah keikutsertaan para pelaku politik di berbagai kepengurusan.

Ketua Umum PSSI sebelumnya, La Nyalla Mattalitti, merupakan kader partai, demikian juga pelaksana tugas Ketua Umum PSSI saat ini, Hinca Panjaitan.

Tidak hanya di level nasional, sosok politikus yang kerap menduduki posisi penting di PSSI juga terlihat pada level daerah (Asprov).

"Tak jarang memang seseorang itu ingin menjadi Ketua Umum PSSI agar lebih tenar dan bisa lebih mudah dalam menjaring dukungan massa," ujar pengamat sekaligus wartawan olah raga senior, Sumohadi Marsis.


Editor : Firzie A. Idris
Sumber : Tabloid BOLA


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X