Pelatih Timnas, Hati-hati dengan Ekspektasi

By Rabu, 18 Januari 2017 | 15:10 WIB
Pelatih timnas Spanyol, Luis Milla, mengamati jalannya laga antara Spanyol vs Maroko dalam ajang Olimpiade 2012 di Stadion Old Trafford, Manchester, pada 01 Agustus 2012.
PAUL ELLIS/AFP
Pelatih timnas Spanyol, Luis Milla, mengamati jalannya laga antara Spanyol vs Maroko dalam ajang Olimpiade 2012 di Stadion Old Trafford, Manchester, pada 01 Agustus 2012.

Dengan latar belakang demikian, tak heran bila pencinta sepak bola nasional akan menggebu-gebu menyambut kehadiran Milla. Namun, ada baiknya juga publik berhati-hati dengan ekspektasi itu.

Selepas menukangi Spanyol U-21, rekam jejak Milla tak lagi dihiasi kisah hebat.

Baca Juga:

Ia gagal membawa Spanyol lolos dari fase grup di Olimpiade 2012, hanya bertahan delapan bulan sebelum dipecat oleh Al Jazira (klub Uni Emirat Arab), mundur di tengah musim 2015/16 tanpa memperlihatkan hasil ciamik bersama klub Lugo di Segunda Division, lalu gagal dan dipecat oleh Zaragoza di level yang sama pada musim berikutnya.

Anggaplah peruntungan Milla jauh lebih baik saat menukangi timnas. Tapi, itu pun tak lantas menjadi jaminan.

Membuat pemain Indonesia fasih memeragakan penguasaan bola dan umpan-umpan pendek tidaklah mudah dan butuh waktu yang tidak sebentar. Gaya bermain seperti ini butuh otomatisasi dan harus dibiasakan sejak dini.

"Gaya bermain ala Spanyol, Brasil, Belanda, atau yang lain tidak bisa langsung diterapkan begitu saja di Indonesia. Pemain Indonesia memiliki karakteristik sendiri," ujar eks pelatih Persija di turnamen TSC 2016, M. Zein Al Hadad.

Bagaimana mungkin, misalnya, membiasakan pemain dengan umpan-umpan pendek saat kondisi lapangan tidak memadai?

Itu baru hal kecil. Banyak aspek dari possession football atau tiki-taka yang asing dari pemain Indonesia, seperti kecermatan membuka ruang saat tidak menguasai bola sehingga rekan setim bisa memiliki banyak opsi untuk mengoper.

Hal ini yang diingatkan pula oleh eks caretaker timnas Indonesia, Rahmad Darmawan.

"Kalau soal karakteristik, saya setuju bahwa pemain Indonesia memang cocok dengan gaya possession. Postur yang tidak terlalu tinggi dan punya kecepatan jarak pendek yang baik merupakan kelebihan pemain kita," ujarnya.

"Tapi, semua tergantung pada filosofi pelatih di klub apakah sama atau tidak. Kalau berbeda-beda, tentu butuh waktu lagi untuk beradaptasi dengan keinginan pelatih timnas yang baru. Waktu adaptasi ini bervariasi, tapi yang jelas dalam hitungan bulan," kata pelatih berumur 50 tahun ini.

Pelatih Arema FC yang, seperti halnya RD, juga sempat menjabat caretaker pelatih timnas, Aji Santoso, juga sependapat.

"Tidak akan mudah bagi pemain kita tampil seperti itu. Salah satu kendala terbesar misalnya adalah permainan demikian membutuhkan stamina yang luar biasa," tuturnya.

Itu sebabnya RD berharap PSSI dan publik bersabar menanti kinerja pelatih anyar timnas, siapa pun yang akan ditunjuk nantinya.

"Minimal butuh dua tahun bagi seorang pelatih bersama timnas, kecuali hasilnya sangat buruk. Kontinuitas ini sangat penting. Jangan sampai setahun diganti, enam bulan diganti," katanya.

Mantan pemain nasional Yusuf Bachtiar melontarkan harapan serupa. "Jangan langsung cepat-cepat menuntut hasil. Semuanya butuh waktu. Kita harus memberi kesempatan yang cukup kepada pelatih untuk membangun tim. Pelatih juga harus diberi target yang realistis sesuai kemampuan tim," katanya.

[video]http://video.kompas.com/e/5285849892001_v1_pjuara[/video]


Editor : Firzie A. Idris
Sumber : Tabloid BOLA No.2.734


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X