Magi Doohan, Biaggi, dan Pawang Hujan di Sentul 1996

By Kamis, 26 Januari 2017 | 16:04 WIB
Pebalap GP 500 dari tim Repsol Honda, Michael Doohan, membesut motornya di sebuah tikungan dalam gelaran GP Indonesia yang digelar di Sirkuit Sentul, (7/4/1996).
MICHAEL COOPER/ALLSPORT
Pebalap GP 500 dari tim Repsol Honda, Michael Doohan, membesut motornya di sebuah tikungan dalam gelaran GP Indonesia yang digelar di Sirkuit Sentul, (7/4/1996).

Selasa, 2 April 1996, Bandara Soekarno-Hatta tidak seperti biasanya. Masyarakat berdesak-desakan demi melihat langsung para pebalap kelas dunia menginjakkan kakinya di Indonesia.

Penulis: Persiana Galih

Kehadiran para pebalap dunia dari tiga kelas (500, 250, dan 125 cc) di Indonesia untuk adu pacu di Sirkuit Sentul, Bogor, Minggu, 7 April 1996, memang menjadi pemberitaan heboh kala itu.

Untuk pertama kalinya, Indonesia menjadi tuan rumah trek-trekan paling bergengsi di dunia.

Sirkuit Sentul, Bogor, menjadi sirkuit kedua dari 16 sirkuit yang dijajal GP500 dan Superbike.

Bagi para pebalap, Sentul seolah mata kuliah baru. Kecuali bagi pebalap 500cc, Daryl Beattie (Lucky Strike Suzuki), yang curi start.

Runner-up GP500 musim 1995 ini lebih dulu meninjau Sentul setahun sebelumnya, tepatnya pada Maret 1995.

Tak aneh bila berbagai pihak memprediksi Beattie akan mencatatkan sejarah sebagai pebalap kelas 500 cc yang pertama kali menjuarai GP Sentul.

Uji coba sirkuit sepanjang 3,965 kilometer ini pun digelar pada 5-7 dan 12-15 Februari 1996. Namun, beberapa pebalap tak puas karena sirkuit yang dibangun pada 1990 ini diguyur hujan deras.

Buruknya cuaca membuat Michael Doohan (Repsol Honda), juara GP500 1994-95, tak percaya diri. “Saya tak yakin dapat menaklukkan Sentul.

Bisa jadi Beattie atau Luca Cadalora (Kanemoto Honda) yang akan unggul di sini,” ujar Doohan, setelah menguji sirkuit itu.

Tak hanya Doohan, IRTA (Asosiasi Tim-Tim Balap Internasional) juga khawatir rangkaian acaranya akan hancur gara-gara hujan.

Namun, kekhawatiran mereka digebah seorang pawang hujan bernama Siswanto. Ia mengasah kemampuannya selama sepekan hingga berhasil menyingkirkan hujan Sentul di hari lomba.

Walhasil, Paul Butler, Presiden IRTA saat itu, merasa puas dengan hasil kerja panitia Marlboro GP Indonesia. “Negeri Anda sangat menggoda,” kata Butler pada para pewarta lokal.

[video]http://video.kompas.com/e/5294346853001_v1_pjuara[/video]

Perpisahan

Tak hanya kemampuan Siswanto yang membuat Marlboro GP Indonesia tak bisa dilupakan. Kemenangan Doohan di sirkuit ini pun mengagetkan semua pihak.

Ia tampil sebagai kampiun di Sentul dengan catatan waktu 43 menit 50,798 detik (162,772 km/jam).

Beattie yang awalnya diunggulkan justru batal datang lantaran cedera saat latihan di Sirkuit Shah Alam, Malaysia, beberapa pekan sebelumnya.

Tak hanya itu, di kelas 250 cc, Max Biaggi (Chesterfield Aprilia) tak tampil seperti biasanya. Juara 1994-95 ini hanya menjadi runner-up, dengan selisih 1,8 detik dari kampiun Harada (42 menit 13,486 detik).

Meski demikian, pada 1996 Biaggi tetap menjadi juara dunia GP250.


Max Biaggi, Pebalap kelas 250 cc dari tim Aprilia menyapa penonton dari podium setelah berhasil finis kedua GP Indonesia yang digelar di Sirkuit Sentul, (7/4/1996).(MIKE COOPER/ALLSPORT)

Masa itu memang tahun emas Doohan dan Biaggi. Setahun setelahnya, pada 1997, mereka kembali menjadi kampiun di Sentul (September/GP ke-14) sekaligus juara dunia di kelas masing-masing.

Itu terakhir kali mereka merasakan panasnya aspal Sirkuit Sentul.

Bukan karena di tahun berikutnya kedua pebalap ini pensiun, melainkan karena krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1998.

Karena kerusuhan itu, kontrak IRTA dengan Sentul yang semestinya terjalin hingga 2000 harus batal di tengah jalan. Sejak saat itu Sentul tak lagi semeriah dulu.

FAKTA-FAKTA SEJARAH SIRKUIT SENTUL (1996-1997)

  1. Harga tiket Marlboro GP Indonesia berkisar Rp25 ribu-1 juta untuk tiga hari (Kualifikasi hingga lomba).
  2. IRTA (Asosiasi Tim-Tim Balap Internasional) melarang wartawan mewawancarai pebalap selama uji coba Sentul.
  3. Carlos Checa, joki Fortuna Honda Pons, jadi pebalap terbanyak menjajal sirkuit Sentul. Dalam uji coba, ia melakukan 193 kali putaran atau sekitar 766 kilometer.
  4. Sentul kala itu menjadi sirkuit dengan lintasan terlebar di dunia (15 meter).
  5. Daryl Beattie, joki Lucky Strike Suzuki, menjadi pebalap dunia pertama yang menginjakkan kaki di Sentul (Maret 1995).
  6. Pada Marlboro GP Indonesia 1996, panitia mengerahkan 1.700 personel plus 67 tim medis.
  7. Pemerintah menyediakan 1.200 kamar hotel berbintang untuk menginap para pebalap, kru, hingga pelancong yang datang ke Indonesia.
  8. Penyelenggaraan Marlboro GP Indonesia 1996 menguras dana Rp5 miliar.
  9. Lewat wild card sebagai tuan rumah, Indonesia mengirimkan tiga pebalap kelas 125 cc dari Yamaha Racing Team Indonesia (YRTI) pada 1996, yakni Ahmad Jayadi, Ade Taruna, dan Petrus Canisius. Di akhir lomba Ahmad menempati posisi 20, sementara Ade posisi 21.
  10. Terdapat 262 wartawan yang meliput Marlboro GP Indonesia, 117 di antaranya merupakan wartawan lokal.
  11. Daya listrik Sirkuit Sentul ditambah tiga kali lipat, dari 15-20 ribu watt menjadi 50-60 ribu watt.
  12. Panitia meminta uang jaminan 100 dolar AS pada para pemakai pit. Alasannya, untuk berjaga-jaga jika ada kerusakan.
  13. Pada Minggu, 7 April 1996, Presiden Indonesia, Soeharto, hadir selama lima jam menyaksikan lomba tersebut.
  14. Saat pertama kali digelar, Sirkuit Sentul berhasil didatangi 50 ribu penonton. Sementara itu, stasiun televisi yang menyiarkan balapan mengklaim balapan disaksikan 300 juta penonton.


Editor : Firzie A. Idris
Sumber : Tabloid BOLA No. 2.736


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X