Sorot Barcelona, Imbas Potong Kompas Semakin Terasa

By Rabu, 8 Maret 2017 | 10:26 WIB
Ekspresi kecewa bek Barcelona, Gerard Pique, seusai gagal mencetak gol saat melawan Atletico de Madrid dalam laga lanjutan La Liga 2016-2017 di Stadion Camp Nou, Barcelona, pada 21 September 2016.
DAVID RAMOS/GETTY IMAGES
Ekspresi kecewa bek Barcelona, Gerard Pique, seusai gagal mencetak gol saat melawan Atletico de Madrid dalam laga lanjutan La Liga 2016-2017 di Stadion Camp Nou, Barcelona, pada 21 September 2016.

Sungguh keliru apabila kita memberi cap gagal kepada Luis Enrique. Faktanya, di musim perdana bersama Barcelona, Enrique mampu menyamai pencapaian triplete sebagaimana yang juga dicetak Pep Guardiola di musim pembukanya.

Penulis: Sapto Haryo Rajasa

El Lucho bahkan mampu melampaui berbagai rekor yang diukir pendahulunya tersebut.

Dimulai jumlah gol yang jauh lebih banyak di La Liga (110 gol berbanding 105), jumlah laga beruntun tanpa kalah di seluruh kompetisi (39 partai berbanding 28), hingga jumlah trofi (8 trofi berbanding 7).

Namun, di luar catatan statistik di atas, hal yang paling pantas dikedepankan dalam kesuksesan Enrique adalah gaya bermain.

Menyadari Xavi Hernandez telah melewati masa puncaknya sebagai pemimpin lini tengah Barca, Enrique berani mengubah filosofi tim dengan bermain lebih direct.

Bola tak lagi berkutat lama di lini tengah melalui distribusi ke segala penjuru lapangan. Si kulit bulat alih-alih lebih sering dikirim langsung ke arah lari trisula Lionel Messi, Luis Suarez, dan Neymar.

 

Baca Juga: 5 Hal Menarik dari Kemenangan 3-1 Liverpool atas Arsenal

Identitas Barca pun mulai bergeser dari tim yang mendewakan ball possession menjadi tim ahli counter attack.

Delapan belas bulan berjalan nyaris tanpa cela. Nyaris tak ada tim di muka bumi yang mampu mengatasi kedahsyatan Barca dengan MSN-nya.

Rekor gol, hattrick, bahkan quattrick, dengan mudahnya dicatatkan personel MSN. Lini belakang bahkan ikut kecipratan kredit lantaran kukuh akibat jarang mendapatkan serangan lawan.

Celakanya, semakin ke sini, lawan kian memahami kiat untuk melumpuhkan sistem yang diciptakan Enrique tersebut.

Dihadapkan pada pola high defense line alias garis pertahanan lebih tinggi serta memutus aliran bola ke arah MSN, Barca seperti tak punya alternatif lain untuk memecah kebuntuan.

Paruh kedua musim 2015/16 diwarnai sederet kekalahan beruntun, tiga di La Liga dan satu di Liga Champion.

Di musim 2016/17, meski dengan lebih sedikit kekalahan, Barca harus berjuang ekstra keras untuk sekadar mendapatkan hasil imbang. Lawan tak lagi merasa terintimidasi karena terus dipermainkan lewat operan-operan pendek Barca.


Editor : Firzie A. Idris
Sumber : Tabloid BOLA No. 2.748


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X