Wawancara Ciro Ferrara: Juventus, Rahasia Italia, sampai Liga 1 Indonesia

By Beri Bagja - Senin, 8 Mei 2017 | 07:02 WIB
Legenda Juventus dan mantan bek timnas Italia, Ciro Ferrara, berpose dengan trofi Liga Europa setelah undian babak perempat final ajang ini di markas UEFA di Nyon, Swiss, 21 Maret 2014.
FABRICE COFFRINI / AFP
Legenda Juventus dan mantan bek timnas Italia, Ciro Ferrara, berpose dengan trofi Liga Europa setelah undian babak perempat final ajang ini di markas UEFA di Nyon, Swiss, 21 Maret 2014.

Minggu (7/5/2017) petang WIB, JUARA.net berkesempatan mengadakan wawancara eksklusif dengan legenda Juventus, Ciro Ferrara. Pria Italia berusia 50 tahun itu dengan ramah menjawab pertanyaan mengenai berbagai topik.

Tema yang dibahas Ciro Ferrara bersama JUARA.net via sambungan jarak jauh ini beragam, mulai dari sepak bola Italia, Asia, dan tentunya Juventus.

Pria yang terakhir melatih klub China League One, Wuhan Zall, itu juga menceritakan pengalamannya ditempa oleh figur-figur kondang dalam kariernya, seperti Marcello Lippi, Fabio Capello, dan Carlo Ancelotti.

Hal menarik adalah Ferrara tak ketinggalan menyoroti fenomena kehadiran marquee player di Liga 1.

Berikut petikan wawancara dengan mantan bek tangguh yang memperkuat Juve pada 1994-2005 itu.

Halo, Mister Ciro Ferrara. Pasti tak ketinggalan menonton laga derby della Mole antara Juventus dan Torino, Sabtu (6/5/2017) kemarin, kan?

Ya, tentu saja. Sungguh pertandingan yang sulit. Skor imbang 1-1 merupakan hasil yang bagus karena Juventus melakukan pergantian sekitar delapan pemain dalam susunan awal laga.

Meski begitu, peluang Juventus sepertinya tetap besar untuk menjuarai Liga Italia kali keenam secara beruntun.

Juventus memasuki siklus yang hebat. Mereka sangat dominan setelah sempat mengalami kondisi keterpurukan beberapa musim sebelumnya.

Menurut saya situasi memihak Juve. Namun, musim depan tim-tim seperti Inter Milan, AC Milan, Roma, atau Napoli tetap punya kans bersaing dengan Juventus. Setidaknya untuk peringkat kedua.

Mana yang lebih sulit, menjadi pemain atau pelatih?

Pelatih! Kenapa? Kami bukan cuma bertanggung jawab terhadap pemain, tetapi juga pada klub, suporter, dan media.

Menjadi pelatih dan pemain adalah hal yang berbeda. Dunianya juga berbeda. Pesepak bola bisa saja memenangi banyak gelar ketika masih aktif sebagai pemain.

Akan tetapi, untuk mencapai level prestasi yang sama ketika Anda berganti peran menjadi pelatih bakal sangat sulit.

Hal normal jika seorang pelatih tak mendapatkan trofi sebanyak jumlah gelar mereka saat masih bermain.

Anda pernah ditempa pelatih top seperti Fabio Capello, Marcello Lippi, dan Carlo Ancelotti. Bagaimana pengalaman bersama mereka? Apa yang beda di antara ketiganya?

Saya tidak tampil banyak ketika Juventus dilatih Capello. Semuanya pelatih yang bagus dan punya karakter khusus masing-masing.

Capello adalah orang yang kuat dan tegas, tentu bukan dalam hal yang buruk. Ancelotti sangat detail mengenai taktik dan target tim.

Lippi sangat hebat dalam menyatukan unsur-unsur pemain di grup. Dia adalah referensi terbaik jika ukurannya adalah jumlah gelar yang kami peroleh.

Di Juventus, saya meraih banyak trofi bersama Lippi, termasuk Liga Champions 1995-1996. Dia manajer dengan skill yang hebat dan ahli dalam melakukan perubahan di pertandingan.

Italia spesial karena melahirkan banyak pelatih hebat. Apa rahasianya? Apa sebenarnya yang Anda semua pelajari di Coverciano (pusat pendidikan pelatih Italia)?

Tidak ada yang rahasia! Resepnya terletak pada program dan struktur organisasi yang diatur secara rapi.

Kami hanya terfokus dalam memelajari materi taktik dan spirit sepak bola ala Italia di Coverciano.

Metode kepelatihan yang ditekankan tak jauh berbeda. Hanya, pendidikan soal taktik di Italia sangat kuat dan begitu disiplin. Sisanya sama saja. 

Musim ini Juventus seperti merajai Eropa karena mantan pelatih atau pemainnya menunjukkan performa bagus di klub masing-masing. Misalnya Antonio Conte di Chelsea, Zinedine Zidane di Real Madrid, Ancelotti di Bayern.

Ya, ada juga Massimo Carrera yang kini membawa Spartak Moskva sebagai kandidat juara Liga Primer Rusia.

Benar. Apa yang membuat Juventus seperti sekolah yang bagus untuk membentuk para pelatih hebat ini?

Kami terfokus kepada mentalitas individu. Kuncinya adalah di klub sebesar Juventus, Anda menemukan level keseimbangan dalam teknik, mental, dan ketenangan.

Semua mantan pemain atau pelatih akan memiliki DNA mental juara yang ditanamkan Juventus. Hal itulah yang menjadi faktor spesifik untuk menjadi pemenang.

Melalui diskusi dengan pihak Global Football Service beberapa waktu lalu, kami membahas program mereka untuk mengadakan pelatihan bagi para pelatih di Indonesia. Bagaimana pendapat Anda mengenai hal itu?

Ya, saya menilainya sebagai program yang bagus. Akan menjadi sebuah pengalaman hebat untuk para pelatih lokal dan buat negara secara keseluruhan.

Saya senang mendengarnya karena hal tersebut juga bermanfaat buat orang banyak. Saya sendiri hanya mendapatkan kesempatan sedikit untuk memahami sepak bola Asia.

Hanya sembilan bulan terjun menangani klub China, saya sedikit mengerti tentang mentalitas pemain, pelatih, dan kompetisi di Asia.

Apa yang berbeda di antara metode kepelatihan Asia dan Eropa? Saya pikir materinya sama saja. Hanya, sepak bola Eropa lebih tegas dengan manajemen yang kuat. Kami sangat disiplin soal peraturan.


Legenda Juventus, Ciro Ferrara (kiri), saat melakukan wawancara via sambungan jarak jauh dengan JUARA.NET pada Minggu (7/5/2017) petang WIB.(ANGEL PAOKIE)

Pada kompetisi Liga 1 Indonesia musim ini sudah terjadi dua pemecatan dan satu yang mundur hanya dari tiga pekan awal. Apakah pelatih memang sosok paling bertanggung jawab atas kemunduran tim?

Sebenarnya tidak selalu seperti itu. Namun, menyalahkan pelatih memang hal paling mudah dilakukan ketika tim mengalami krisis.

Kenyataannya, tugas kami sulit karena harus pula mengatur sebelas pemain di lapangan. Saat tiba di tim baru, pelatih harus berusaha membuat para pemain tampil lebih baik dari sebelumnya.

Kini ada regulasi perekrutan marquee player di Indonesia. Termasuk dari mereka adalah Michael Essien dan mantan pemain Juve, Momo Sissoko. Apakah kedatangan mereka efektif meningkatkan kualitas dan popularitas liga?

Ya, Momo Sissoko adalah pemain saya di Juventus ketika musim 2009-2010. Ketika para pemain asing seperti mereka datang, level kompetisi akan meningkat.

Pesepak bola sekelas Sissoko dan Essien juga memiliki jam terbang tinggi di kompetisi tingkat atas.

Menurut saya, hal tersebut otomatis bisa menaikkan dan menyuntikkan tingkat mentalitas dan profesionalisme pemain serta kompetisi secara keseluruhan.


Editor : Beri Bagja
Sumber : -


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X