Sebilah pisau tajam bermata dua dilempar pelatih interim Granada, Tony Adams, kepada koleganya di kubu Real Madrid, Zinedine Zidane. Hanya kiasan tentu saja.
Penulis: Rizki Indra Sofa
Adams tahu Madrid punya dua set tim berbeda di dua kompetisi, La Liga dan Liga Champions. Satu set tim, kerap disebut Tim A, bermain di Liga Champions, ajang dengan lawan yang dianggap lebih berat.
Dengan kata lain, Tim A bermodal pemain semodel Trio BBC plus Toni Kroos hingga Luka Modric dicap lebih kuat. Tim B bertempur di pentas La Liga yang daftar sisa lawan bisa dibilang di atas kertas lebih lemah.
Tentu saja itu sebatas asumsi, yang selalu ditolak Zizou. Terlebih bicara soal kualitas kedua set tim ini.
Sebelum duel pada akhir pekan lalu, Adams menyebut dia ingin bertemu dengan tim terkuat Madrid alias Tim A. Barangkali ia paham Zizou pasti merotasi skuat pada partai ini.
Benar saja, sembilan pergantian dilakukan orang Prancis ini dari skuat yang menang telak 3-0 atas Atletico Madrid pada leg 1 semifinal Liga Champions. Artinya, harapan Adams tak menemui kenyataan karena ia mendapatkan Tim B.
Toh dari segi kualitas, apalagi dibandingkan dengan Granada, tim mana pun yang diturunkan Madrid besar peluang menggilas Granada. Pun dengan skuat ini yang terbukti bisa menang telak empat gol tanpa balas di Los Carmenes.
Keempat gol dibagi rata James Rodriguez dan Alvaro Morata hanya sepanjang babak pertama. Kalau menghadapi Tim B, yang dianggap kalah kualitas dari Tim A Madrid, saja Granada kalah telak 0-4, buat apa Adams berharap ia menghadapi skuat diklaim terkuat Los Blancos alias Tim A?
Jelas Adams melontarkan ucapan tersirat. Bisa jadi ia memang merasa ingin melawan Tim A karena menganggap mereka lebih mudah dihadapi ketimbang Tim B.
Ia barangkali melihat bahwa sekumpulan pelapis Madrid yang kerap merumput di La Liga lebih kuat ketimbang tim yang sering tampil di Liga Champions!
Komparasi
Aspek komparasi bisa banyak, tapi kontribusi riil paling kasat mata, yakni torehan gol, bisa dijadikan acuan ketimpangan. Sampelnya Morata dan Benzema.
Tak heran kalau bos Chelsea, Antonio Conte, menghabiskan banyak pulsa buat mengirimkan pesan singkat kepada Morata tiap pekan agar mau bergabung dengannya di London.
Morata tipe striker modern, bisa memainkan bola, punya fisik yang bagus buat memproteksi si kulit bundar, tapi juga punya kualitas buat melewati rival dalam kondisi satu lawan satu.
Baca Juga:
- Hasil Liga 1, Kemenangan Milik Tim Tamu
- Kapten Persib Petik Pelajaran di 5 Laga Awal
- Messi Tak Koleksi 'Ronaldo'
Musim ini, perbedaan menit tampilnya dibandingkan Benzema lebih sedikit sekitar 1.100 menit, tetapi tak mengurangi kualitas buat efektif di muka gawang.
Tambahan sepasang golnya ke gawang Granada memastikan total Morata sudah bikin 20 gol di semua ajang musim ini. Jumlah itu lebih banyak tiga gol dari Benzema!
Morata bikin 15 gol di antaranya di liga, lebih banyak enam gol dari Benzema dan lima gol dari Neymar (Barcelona). Morata bikin satu gol sekitar per 83 menit di liga! Benz? Ia butuh rataan 190 menit untuk bikin satu gol La Liga.
Tetap saja, Morata bukan opsi utama. Ia tak tampil dalam sepasang laga el clasico, dua derbi Madrid di liga plus satu derbi di semifinal Liga Champions, atau dua partai perempat final vs Bayern Muenchen. Dalam laga-laga penting tersebut, Zizou memilih kompatriotnya asal Prancis, Benzema.
Kalau begini terus, bisa jadi pesan-pesan rutin dari Conte berbuah hasil dalam bursa transfer musim panas. Morata tak pernah ragu mengungkapkan niat bermain lebih sering.
"Ya, saya bermain lebih minim dari yang diperkirakan pada awal musim. 20 puluh gol angka yang bagus, tapi saya ingin lebih. Siapa yang tak ingin bermain rutin buat Real Madrid?" tutur Morata usai partai melawan Granada.
Editor | : | Aloysius Gonsaga |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar