International Champions Cup, Turnamen Ekshibisi yang Naik Kelas

By Kamis, 20 Juli 2017 | 09:21 WIB
Aksi gelandang Manchester United, Jesse Lingard (kanan), berusaha merebut bola dari kaki bek Real Madrid, Nacho Fernandez, dalam pertandingan International Champions Cup 2014 di Stadion Ann Arbor, Michigan, Amerika Serikat, pada 2 Agustus 2014.
DUANE BURLESON/AFP
Aksi gelandang Manchester United, Jesse Lingard (kanan), berusaha merebut bola dari kaki bek Real Madrid, Nacho Fernandez, dalam pertandingan International Champions Cup 2014 di Stadion Ann Arbor, Michigan, Amerika Serikat, pada 2 Agustus 2014.

Laga uji coba Chivas Guadalajara vs Barcelona pada 2011, guyuran terik matahari Florida, plus kehadiran 70.800 pasang mata penonton di Sun Life Stadium menstimulasi kemunculan ide cemerlang di kepala Stephen Ross.

Penulis: Sem Bagaskara

Ide tersebut terealisasi dua tahun berselang dalam wujud International Champions Cup. Barcelona kala itu secara mengejutkan dibantai 1-4 oleh Chivas dalam sebuah ajang bertajuk World Football Challenge.

“Saya tak terkejut dengan performa Chivas. Sepak bola Meksiko sangat dinamis dan menghibur,” tutur pelatih Barca saat itu, Pep Guardiola.

Berbeda dengan Guardiola, Ross tampak terkesima dengan kualitas laga maupun antusiasme luar biasa yang diperlihatkan fan.

Ross, via Relevent Sports, lantas membeli Creative Arts Agency, operator World Football Challenge pada 2012.

“Saya melihat semua pertandingan dilabeli uji coba. Saya pikir itu bukan olahraga dan orang Amerika tak akan melihatnya sebagai laga persahabatan. Karena itu, kenapa tidak sekalian membuat turnamen?” Kata Ross.


Pemandangan Stadion Michigan dari udara saat menjadi tuan rumah laga International Champions Cup antara Real Madrid dan Manchester United, 2 Agustus 2014.(LEON HALIP/GETTY IMAGES)

Lahirlah kemudian versi lanjutan dari World Football Challenge pada 2013 dengan nama International Champions Cup (ICC).

Nama boleh berganti tapi ide dasar tetap sama, yakni mengkreasi uji coba kompetitif yang diikuti tim-tim mapan Eropa dan dunia.

Ross ingin menyingkirkan anggapan bahwa partai ekshibisi hanyalah sebagai ajang pemanasan pemain. Karena itu, dimunculkan trofi agar bisa memotivasi tim peserta dan menghidupkan aura kompetisi.

Dengan wadah yang lebih berkelas, otomatis tim-tim kontestan juga bermain serius. Ross pun juga bisa leluasa “menjual” ICC.

Tiket terasa pantas dilabeli harga lebih tinggi ketimbang akses masuk pertandingan ekshibisi pada umumnya. Bahkan, rata-rata harga tiket mengalami kenaikan sebesar 3 sampai 4 persen per tahunnya.

Baca Juga:

Rekor

Penjualan hak siar juga lebih mudah. Sampai 2015, Relevent Sports disebut telah menjalin kerja sama dengan kanal televisi dari 169 negara!

Berkaca dari fenomena tadi, Ross boleh dibilang sukses mengubah stigma orang yang selama ini menganggap uji coba sebagai partai membosankan.

Bukti paling sahih adalah kehadiran 109.318 pasang mata di Michigan Stadium guna menyaksikan bentrokan Manchester United vs Real Madrid pada edisi 2014.

Duel tersebut masih menyandang rekor sebagai laga sepak bola yang dihadiri penonton terbanyak di Amerika Serikat. Tak cuma digelar di tanah Amerika, ICC kini telah berekspansi ke lain benua.

Tak heran jika jumlah penonton pun selalu naik dari tahun ke tahun. Pada edisi 2017, ICC dipanggungkan di Amerika Serikat, China, dan Singapura.


Editor : Beri Bagja
Sumber : Tabloid BOLA


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X