Ardy Wiranata: Ingin Ikuti Jejak Liem Swie King

By Caesar Sardi - Selasa, 5 Februari 2013 | 13:05 WIB
Ardi B Wiranata.
Dok. Tabloid BOLA
Ardi B Wiranata.

hari ulanglahunnya, itulah Ardy Bernardus Wiranata. Siswa kelas I SMP Regina Pacis di Palmerah Utara, Jakarta ini dilahirkan 10 Februari 1970. Dan dalam kejuaraan bulutangkis yunior internasional di Koeln, Jerman Barat, 10-12 Februari lalu, agak di luar dugaan ia tampil sebagai pemenang.

Memang agak mengejutkan, sebab PB Tunas Inti, klub yang mengirimnya ke sana, sebenarnya masih ragu. Ia dikhawatirkan belum akan mampu menghadapi lawan yang rata-rata bertubuh raksasa. Termasuk pelatihnya sendiri, Hadi Nasri, masih merasa kurang sreg.

Tapi ya itulah - berkat bakat, tekad, kemauan besar, dan ketrampilan yang memang lumayan, ia membuktikan bahwa keraguan tidaklah perlu untuknya. Piala kejuaraan ia boyong ke Jakarta, setelah menyisihkan 31 saingan dari Inggris, Polandia dan Jerbar sendiri.

Pertandingannya terberat di semifinal. "Benar-benar memeras keringat, " tuturnya . Guido Schanzler, lawannya dalam semifinal itu, memang satu-satunya yang bisa menahan Ardy tiga set: 15-4, 6-15, 15-11. Sedangkan di final ia malah merasa lebih mudah menang. M. Turnich, pemain tuan rumah, disikatnya 15-6, 15-11.

Bandel

Tapi Ardy memang lahir di keluarga bulutangkis. Ayahnya, Leo Chandra Wiranata, sampai sekarang termasuk pengurus inti di PBSI Jakarta. Dan ketiga kakaknya (Ardy anak bungsu), baik Audy Alexander (21), Hedy Paulina (18) maupun Ferdy Gregorius (17), termasuk pemain yang trampil daam olahraga tepok bulu ini.

Dengan pelatih ayahnya sendiri, Ardy mulai menyabet raket pada umur 9 tahun. Ia kemudian masuk klub PG 16 yang kini melebur jadi Tunas Inti, dan terus menerus dalam binaan pelatih Hadi Nasri.

Penggemar pelajaran sejarah ini pertama kali muncul sebagai juara pada kejuaraan PBSI Jakarta Pusat 1979 untuk golongan anak-anak. Ia kemudian juara Piala Garuda Pakin 1981 di Semarang, Piala Lotto 1982 di Bandung, juara ketiga remaja di DKI 1983 dan belum lama ini juara Jakarta untuk pemain di bawah 15 tahun.

Biarpun bungsu ia tidak manja. Lebih menonjol kebandelannya. Keinginannya mengetahui apa saja mungkin juga jadi pendukung. Ketika diwawancarai di rumahnya, kawasan pemukiman Tomang City Garden, sebentar-sebentar ia menengok ke buku catatan wartawan BOLA ingin tahu apa yang ditulis tentang dirinya.

King

Ia menyukai pribadi Liem Swie King dengan perjalanan karirnya yang menjadikannya tenar di dunia. "Saya ingin mengikuti jejaknya. Karena itu saya harus terus belajar dan berlatih," kata Ardy sambil melap keringatnya.

Meski karir bulutangkis penting, tapi sekolah menurutnya tetap harus lebih diutamakan. "Masing-masing ada waktunya," kata Ardy. Karena itu dua hari dalam seminggu ia menyingkirkan raketnya.

Tentang peristiwa paling mengesankan dalam perjalanan bulutangkis yang masih pendek itu, ia kembali menunjuk ke kejuaraan di Koeln itu. Soalnya, inilah pengalaman pertamanya dalam lomba internasional. Dan lantaran bahasa asingnya masih amat terbatas, ia terpaksa berkomunikasi dengan bahasa hura-hura.

Tapi apa mau dikata, sebab ternyata ketika ia berpasangan dengan pemain Jerbar Mueller, medalipun diraihnya juga meski hanya perunggu. "Kami cukup kompak, padahal tanpa latihan, hingga pengaturan posisi seadanya saja ," tutur Ardy yang juga menyenangi basket dan sepakbola.

(Penulis: Slamet Hartono, Tabloid BOLA edisi no. 3, Jumat 16 Maret 1984)


Editor : Caesar Sardi


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X