Labirin di Sepak Bola Kita

By Weshley Hutagalung - Minggu, 12 April 2015 | 14:13 WIB
Labirin, menyajikan tantangan mencari jalan keluar. (geeksofdoom.com)

liku dan memiliki banyak jalan buntu.

Kenapa di tempat bermain atau outbound menawarkan permainan labirin? Tentu ada hikmah yang dapat kita petik dari kerumitan labirin itu.

Dalam proses kehidupan, tak selamanya perjalanan kita mulus menemui pintu keluar. Seperti labirin, kerap kita dihadapkan pada jalan buntu yang membuat kita seperti anak kehilangan ibu.

Apakah kita kehilangan harapan? Saat menemui jalan buntu di labirin, ada kesempatan untuk kembali melihat (evaluasi) jalan (keputusan) yang kita ambil dan memperbaikinya.

Kembali dari jalan buntu bukan berarti kita pasti mene­mukan jalan keluar dari labirin. Selalu ada kerumitan karena tembok atau halangan yang menghentikan langkah kita.

Tentu tak masuk akal bila muncul kata menyerah saat kita berada dalam situasi panik untuk menemukan jalan keluar dari permainan labirin.

Ketika akhirnya jalan keluar tampak di hadapan, mimik muka kesal dan panik bisa berubah menjadi senyum kemenangan. Kita mengalahkan keruwetan labirin.

***

Menyimak situasi di sepak bola kita saat ini, tampaknya batas kesabaran untuk menyaksikan kompetisi bermutu dengan muara menghasilkan tim nasional berkualitas harus kembali
kita perbesar.

Apakah persoalan yang kini menimpa sepak bola Indonesia akibat masalah yang menumpuk dari era sebelum­nya ataukah memang menyaji­kan pertarungan pemain baru?

Tak ada bantahan saat disebut pengelolaan kompetisi di Tanah Air masih memiliki masalah. Siapa yang berani menyebut Liga Indonesia beroperasi dengan sempurna?

Berkaca pada situasi di negeri ini, kita seolah sudah terbiasa menyantap masalah yang berlarut-larut dan
men­dapat tambahan “bumbu penyedap”.

Saya tak mau berpikir macam-macam terhadap alasan Menpora Imam Nahrawi yang menggandeng Badan Olah Raga Profesional Indonesia (BOPI) untuk membantu perjalanan Liga Indonesia menuju arah yang lebih baik.

Saya coba menempatkan kata “percaya” akan niat baik pemerintah, dalam hal ini Menpora, untuk mendekatkan impian masyarakat melihat tim nasional yang berprestasi.

Ketika ada pihak yang memberi informasi bahwa persoalan sepak bola Indonesia saat ini adalah tentang per­tarung­an pribadi antara Imam Nahrawi dengan La Nyalla Mahmud Mattalitti, saya hanya mengangguk memahami.

Tapi, saya tidak mengamini bahwa masa depan olah raga rakyat Indonesia ini tergantung pada rivalitas pribadi dua tokoh tersebut.

***

Seperti permainan labirin, kita tidak boleh menyerah saat menemui jalan buntu.

Bila benar para pemilik suara dan pengelola sepak bola di Tanah Air ingin meng­hadir­kan prestasi ke hadapan masyarakat, kenapa tidak bersatu mencari jalan keluar dari labirin sepak bola?

Saya menduga Menpora Imam Nahrawi saat ini berada dalam sebuah labirin dan men­cari bantuan solusi untuk keluar dari jalan buntu wilayah kerjanya.

Persoalan bagi Menpora yang mempertaruhkan nama baik bangsa ini bernama Asian Games 2018. Indonesia menjadi tuan rumah dan dituntut berprestasi sebagai penyelenggara yang baik sekaligus membanggakan kita dengan prestasi para atlet.

Membaca perkembangan dan keputusan yang dikeluar­kan Menpora terkait kontingen SEA Games 2015 pun seperti mema­suki sebuah kolam masalah.

Masa depan sepak bola kita tak bisa sepenuhnya diserahkan kepada Menpora, BOPI, atau La Nyalla. Kita semua berada dalam labirin sepak bola yang menjanjikan jalan keluar selama tidak putus asa dan saling meneror pihak berseberangan.

Dengan tanggung jawab dan wewenang yang dimiliki setiap insan sepak bola, persoalan saat ini harus menjadi fondasi untuk membangun rumah yang kokoh.

Kapan kita sadar bahwa kita membangun rumah sepak bola di atas pasir masalah?