'Piala Dunia 2022 Layaknya Mimpi Buruk untuk Pekerja'

By Lariza Oky Adisty - Jumat, 1 April 2016 | 12:51 WIB
Foto pembangunan Stadion Khalifa di Doha, Qatar, pada 13 Desember 2014. , yang akan menjadi salah satu stadion penyelenggara Piala Dunia 2022. (STR/AFP)

FIFA mendapat kecaman dari lembaga pembela hak asasi manusia, Amnesty International, terkait persiapan Piala Dunia 2022 di Qatar. Amnesty International menilai FIFA abai terhadap sejumlah pelanggaran HAM para pekerja yang membangun stadion di negara itu.

Dalam laporan bertajuk The Ugly Side of the Beautiful Game, Sekretaris Jenderal Amnesty International, Salil Shetty menyayangkan sikap FIFA yang seperti tutup mata terhadap perlakuan buruk yang diterima para pekerja.

"Eksploitasi pekerja migran adalah noda untuks sepak bola. Bagi para pemain dan penonton, stadion Piala Dunia adalah tempat impian. Tetapi Piala Dunia 2022 layaknya mimpi buruk untuk para pekerja," kata Shetty.

"Selama lima tahun, FIFA membiarkan Piala Dunia dibangun dari pelanggaran hak asasi para pekerjanya," lanjutnya.

Amnesty International menyusun laporan tersebut berdasarkan wawancara dengan 234 pekerja migran dari Bangladesh, India, dan Nepal yang membangun Khalifa International Stadium dan area hijau di Aspire Zone.

Wawancara tersebut berlangsung antara Februari 2015 dan Februari 2016.

Hasil interviu dan kunjungan lapangan menunjukkan para pekerja tersebut tinggal di pemukiman yang sempit dan tidak higienis.

Mereka juga mendapat gaji kurang dari yang dijanjikan. Gaji mereka juga kerap terlambat dicairkan, bahkan beberapa kali tidak dibayar.

Padahal, sebelum berangkat ke Qatar, mereka harus membayar uang sebesar 500-4.300 dolar (sekitar Rp 6,5-Rp 56,6 juta) kepada agen penyalur tenaga kerja sebagai jaminan.