Bhayangkara FC Tidak Ingin Mencari Massa?

By Senin, 12 September 2016 | 01:06 WIB
Evan Dimas, Indra Kahfi dan Fathurahman saat pengenalan jersey soft launching Bhayangkara FC. (SUCI RAHAYU/JUARA.NET)

Sepak bola dan suporter memang tak bisa dipisahkan, bahkan sering kali dibumbui fanatisme kedaerahan. Balbalan beranjak dari yang tadinya olahraga 2 x 45 menit menjadi identitas sosial.

Penulis: Gatot Susetyo/Suci Rahayu/Fery Tri Adi

Berkaca dari kondisi tersebut, pertanyaan yang layak diapungkan ialah bagaimana nasib Bhayangkara Surabaya United yang sudah berganti nama menjadi Bhayangkara FC.

Bahkan sebelum kemunculan Bhayangkara FC (dimiliki Polri) dan PS TNI (dimiliki TNI setelah mengakuisisi Persiram), masyarakat memandang tabu klub sepak bola dimiliki instansi negara.

Suporter kedua klub itu pun berasal dari Polri dan TNI serta keluarga. Tak ada nama daerah yang diusung.

Baca Juga:

Usai Polri melalui Primer Koperasi Polri (Primkoppol) mengakuisisi 90 persen saham Gede Widiade, perubahan signifikan pun dilakukan. Selain mengubah nama, Bhayangkara FC juga mengganti logo dan jersey.

“Sudah ada logo baru dari manajemen menghitung beberapa unsur alam dan lingkungan. Jersey tetap ada warna hijau, tetapi kostum kuning melambangkan warna kebesaran Polri,” tutur Sumardji, Manajer Bhayangkara FC.

Sumardji menambahkan keputusan itu demi peningkatan prestasi Bhayangkara FC dan “melepaskan” hubungan dari Surabaya United.

“Harapannya supaya tidak ada lagi anggapan Bhayangkara Surabaya United ada hubungan erat dengan Surabaya United. Saham mayoritas sudah milik Polri dan Polri itu berskala nasional,” ujarnya.