Kilas Balik: Piala AFF 1996, Gajah Meraja di Era Keemasan

By Minggu, 23 Oktober 2016 | 10:40 WIB
Trofi Piala AFF dalam acara pengundian fase grup Piala AFF 2016 di Myanmar pada 2 Agustus 2916. (DOK AFFSUZUKICUP.COM)

Dibentuk pada 1982, Federasi Sepak Bola ASEAN (AFF) merupakan federasi regional tertua di bawah naungan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC).

Penulis: Andrew Sihombing

Dua tahun berselang, selepas pertemuan resmi pertama di Jakarta yang diikuti Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina, Kejuaraan Klub ASEAN pun digelar untuk menentukan wakil Asia Tenggara ke Kejuaraan Klub Asia.

Adapun turnamen antarnegara baru digelar pertama kali pada 1996. Piala Tiger, begitu nama turnamen yang kini dikenal dengan Piala AFF tersebut, dinamai.

Sekjen AFC kala itu, Peter Velappan, menyebut Piala Tiger bisa lebih membantu perkembangan sepak bola di negara-negara Asia Tenggara.

Setidaknya demikian yang ditulis Ben Weinberg dalam buku "Asia and the Future of Football: The Role of the Asian Footbal Confederation (2015)".

Pertahanan

Sejak sebelum turnamen berlangsung, Thailand sudah difavoritkan sebagai juara.

Tergabung di Grup B, Gajah Perang memang diperkuat nama-nama legendaris seperti Surachai Jaturapattarapong, Worrawoot Srimaka, Natipong Sritong-In, hingga Kiatisuk "Zico" Senamuang.

Kontestan lain pun diperkuat bintang-bintang legendaris masing-masing.

Singapura masih mengandalkan Fandi Ahmad, Maung Maung Oo menjadi andalan Myanmar, sementara Malaysia bertumpu pada bomber berkumis Zainal Abidin Hassan.

Bagaimana dengan Indonesia? Tim Merah Putih diperkuat nama-nama yang saat ini menjadi legenda di sepak bola Tanah Air, seperti Aples Tecuari, Anang Ma'ruf, Yeyen Tumena, Robby Darwis, Ansyari Lubis, Fachri Husaini, Kurniawan Dwi Yulianto, Peri Sandria, Chris Yarangga, hingga Eri Irianto.

Harian The Straits Times bahkan menulis "Tim Indonesia yang Dilatih Gaya Italia Siap Mengancam".

Namun, tim ini juga dihantam masalah, seperti sempat hengkangnya kiper Kurnia Sandy ke Sampdoria dalam masa persiapan timnas.

Belum lagi pemilihan pemain semacam Eko Purjianto, yang sebelumnya hampir setahun tidak bermain akibat cedera; belum menggigitnya duet Kurniawan Dwi Yulianto dan Peri Sandria di lini depan; hingga kegagapan menerapkan taktik racikan Danurwindo sebagaimana dikisahkan di Tabloid BOLA 652 edisi minggu kedua September 1996.

Baca Juga:

Faktor terakhir memang sangat mengganggu, terutama bagi lini belakang. Ketika itu, Danurwindo memang menerapkan skema baru 3-5-2.

"Pola pertahanan yang diterapkan Mas Danurwindo sangat sulit diikuti. Saya sangat keteteran dengan posisi tiga bek sejajar," tutur bek senior Robby Darwis ketika itu.

"Repot sekali karena saya harus sering melakukan sprint untuk menutup celah yang ditinggalkan rekan-rekan. Lebih enak jika saya ditempatkan sebagai libero seperti posisi saya sebelumnya," ucap Robby lagi.

Kendala itu memang belum terlihat di fase grup. Indonesia memuncaki klasemen Grup A dan menjadi tim paling subur dengan mencetak 15 gol dan cuma kebobolan tiga.

Petaka baru tiba di semifinal. Menghadapi Malaysia, yang juga mengemas 15 gol di fase grup, Indonesia kalah 1-3. Harapan meraih perunggu pun musnah setelah kembali kalah 2-3 dari Vietnam.

Gelar juara akhirnya betul-betul diraih oleh Thailand. Tim Gajah Perang meraja di periode yang disebut sebagai era keemasan sepak bola Asia Tenggara setelah mengalahkan Malaysia lewat gol tunggal Kiatisuk.

Gelar pencetak gol terbanyak turnamen ini diraih oleh Sritong-in. Adapun Zainal meraih penghargaan sebagai Pemain Terbaik.

[video]https://video.kompas.com/e/5181007543001_v1_pjuara[/video]