Siapa Pas Gantikan Ranieri yang Dipecat?

By Anju Christian Silaban - Jumat, 24 Februari 2017 | 11:59 WIB
Roberto Mancini saat memimpin latihan Inter Milan di Appiano Gentile, Como, 23 Januari 2015. (MARCO LUZZANI/GETTY IMAGES)

 Berakhir sudah kebersamaan Leicester City dan Claudio Ranieri terhitung per Jumat (23/2/2017). Perceraian tidak terelakkan hanya sembilan bulan berselang tim merajai Premier League.

Serangkaian hasil minor melatarbelakangi keputusan manajemen. Leiecester kini terancam degradasi dengan cuma mengantongi keunggulan dua angka atas Sunderland di dasar klasemen.

Hanya saja, manajemen tentu tidak bisa sekadar mendepak nama lama. Mereka harus mencari suksesor pas untuk perbaikan tim.

Lantas, siapa saja profil yang pas untuk menjadi suksesor Ranieri?

Roberto Mancini

Berkali-kali Roberto Mancini menyuarakan keinginannya kembali ke Premier League. Leicester adalah awal kecintaan pelatih asal Italia itu terhadap sepak bola Inggris.

Dia sempat berseragam The Foxes pada 2001, sebelum akhirnya mundur demi menerima tawaran melatih Fiorentina.

Berangkat dari masa lalunya, Mancini sempat memberikan dukungan kepada Leicester dalam perburuan gelar Premier League 2016-2017.

"Apa yang dilakukan Ranieri terhadap Leicester membuat saya terkesan. Saya pernah bermain di sana dan memahami fakta yang ada di klub tersebut," ujar Mancini.

Kemafhuman Mancini terhadap Leicester bisa saja mendorong manajemen menunjuknya sebagai suksesor Ranieri. Tidak sulit merayu pria berusia 52 tahun itu karena statusnya menganggur sejak musim panas 2016.

Guus Hiddink

FRANCK FIFE/AFP
Manajer Chelsea, Guus Hiddink.

Guus Hiddink adalah tukang reparasi. Predikat itu melekat pada dirinya ketika menerima tawaran Chelsea sebagai manajer interim pada pertengahan musim 2015-2016.

Di bawah Jose Mourinho, Chelsea terpuruk hingga mendekati zona degradasi. Hiddink mengangkat tim berjulukan The Blues ke peringkat kesepuluh pada akhir musim.

Fakta itu bisa menjadi pertimbangan buat Leicester. Mereka membutuhkan jasa kilat untuk mendongkrak diri dari posisi ke-17 atau satu setrip di atas zona degradasi.

Terlebih lagi, ada benang merah di antara kedua klub. Chelsea dan Leicester menjadi tim yang memecat manajernya tidak sampai satu tahun setelah menjuarai Premier League.

Ryan Giggs

OLI SCARFF/AFP
Asisten Manajer Manchester United, Ryan Giggs, memantau sesi pemanasan para pemain jelang laga Liga Europa kontra Midtjylland, di Stadion Old Trafford, 25 Februari 2016.

Ryan Giggs memang bukanlah sosok sarat pengalaman seperti Mancini atau Hiddink. Namun, rekam jejaknya sesuai dengan tim yang membutuhkan jasa perbaikan.

Pada musim 2013-2014, Manchester United sempat mendaulatnya sebagai manajer sementara untuk mengisi kekosngan yang ditinggalkan David Moyes.

Hasilnya tidak buruk. Tim berjulukan Setan Merah meraih dua kemenangan dan satu imbang dalam empat partai terakhir Premier League musim tersebut.

Dia sempat dimutasi menjadi asisten manajer pada era Louis van Gaal, lalu menanggalkan jabatan tersebut saat Jose Mourinho datang pada musim panas 2016.

Dengan status pengangguran dan hasrat menambah pengalaman, Giggs bisa menjadi opsi untuk Leicester.

Martin O'Neill

FRANCK FIFE/AFP
Pelatih tim nasional Irlandia Utara, Martin ONeill.

Martin O'Neill memiliki histori cukup bagus bersama Leicester. Berkat pria asal Irlandia Utara itu, klub meraih tiket promosi ke Premier League pada 1996.

Puncaknya yakni ketika O'Neill menyumbangkan dua gelar Piala Liga Inggris untuk Leicester pada 1997 dan 2000.

Kans reuni tentu terbuka menimbang serangkaian rapor positif O'Neill selama menukangi The Foxes.

Masalahnya, O'Neill masih terikat kontrak sebagai pelatih tim nasional negaranya hingga Desember 2018. Leicester harus merayunya untuk meninggalkan pekerjaan saat ini atau mengemban tugas ganda.