Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Pemanfaatan legiun asing di kompetisi sepak bola Indonesia tak terbatas di kasta tertinggi. Klub-klub level kedua, yang dulu diberi nama Divisi Utama (DU), juga seperti berlomba-lomba memakai jasa pemain impor.
Penulis: Andrew Sihombing/Gonang Susatyo/Suci Rahayu/Yuki Chandra
Beberapa nama asing yang sempat memperkuat klub kasta kedua ini pun tidak sembarangan.
Sebut saja di antaranya Antonio Claudio (Villa 2000), Ronald Fagundez (PSIS Semarang), Danilo Fernando (Pusamania Borneo FC), hingga Kristian Adelmund (PSS Sleman).
Keran pemain impor baru dihentikan pada musim 2015. Ketika itu, PSSI beralasan bahwa DU lebih ditujukan untuk pembinaan sehingga sebaiknya hanya memakai talenta lokal.
Alasan ini sebenarnya agak bertolak belakang dengan hakikat Divisi Utama yang ketika itu sudah merupakan kompetisi profesional, yang tentunya berorientasi pada hasil.
Namun, kontestan DU ketika itu tak menentang karena mayoritas klub toh tak punya kekuatan finansial yang cukup untuk membayar gaji pemain asing.
Tragedi
Menjelang bergulirnya Liga 2, nama pengganti bagi DU, PSSI lewat Ketua Umum Edy Rahmayadi kembali menegaskan sikap. Klub peserta Liga 2 tetap dilarang memakai jasa legiun impor.
Riak-riak penentangan memang terdengar. PSIS Semarang misalnya, menyebut pemain asing bisa meningkatkan daya tarik kompetisi di mata penonton dan sponsor.
"Bila ada pemain asing, masyarakat semakin tertarik menonton ke stadion. Hal ini tentu akan membantu klub yang hingga saat ini masih bergantung pada hasil penjualan tiket sebagai sumber pemasukan," kata Manajer PSIS, Wahyu Winarto.
PSPS Pekanbaru setali tiga uang. "Klub di Liga 2 membutuhkan pemain asing seperti halnya Liga 1. Cukup satu saja tiap klub. Tapi, mesti ada aturan tegas agar pemain asing yang didatangkan benar-benar berkualitas," ujar pelatih Philip Hansen.
Hanya, suara yang mengamini kebijakan PSSI rupanya lebih kuat. Salah satunya PSS Sleman, yang mengklaim sebenarnya sanggup memanfaatkan jasa pemain asing bila memang dibolehkan oleh federasi.
Baca Juga:
"Tapi, tidak semua klub sehat secara finansial. Bila memaksakan diri memakai pemain asing, sementara hasil penjualan tiket juga tak bisa diharapkan karena suporternya tidak banyak, klub bisa kesulitan membayar gaji pemain asing," tutur Rumadi, Direktur Operasional PT Putra Sleman Sembada, yang menaungi klub PSS Sleman.
"Apalagi, kualitas pemain asing di kasta kedua kebanyakan sama saja dengan pemain lokal. Hanya sedikit pemain asing di kasta kedua yang memang benar-benar bagus. Bila seperti itu kan lebih baik memaksimalkan pemain lokal. Selain itu, jangan sampai tragedi yang memalukan sepak bola Indonesia kembali terulang," ucapnya.
Tragedi yang dimaksud Rumadi tak lain kisah pilu seperti yang dialami Diego Mendieta atau Salomon Begondo. Kedua pemain ini menghembuskan napas terakhir di rumah sakit setelah tak bisa menjalani perawatan yang memadai.
Hal ini tak lain dikarenakan gajinya tak kunjung dibayar klub hingga kemudian penyakit mereka terlalu parah untuk bisa diobati.
Niat PSSI menjadikan Liga 2 sebagai ajang pembinaan juga diamini. "Saya lebih setuju bila Liga 2 tidak memakai pemain asing karena tujuannya memang semacam pembinaan," ujar arsitek Kalteng Putra, Kas Hartadi.
Begitu juga komandan Persik Kediri, Bejo Sugiantoro.
"Tanpa pemain asing, klub akan memaksimalkan pemain muda. Ini tentu sangat positif sebagai pembinaan sebelum mereka terjun ke Liga 1, untuk menambah jam terbang dan mengasah mental," ucapnya.