Striker Lokal Indonesia Terkikis Lantaran Sistem?

By Rabu, 14 Juni 2017 | 20:43 WIB
Pelatih Persita Tangerang, Bambang Nurdiansyah (kanan), saat menjadi salah satu pembicara dalam Forum Diskusi BOLA di Kantor Redaksi Tabloid BOLA, Rabu (25/1/2017). (HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLA/JUARA.NET)

Kemunculan Lerby Eliandry sebagai pemuncak daftar pencetak gol Liga 1 tentu mengejutkan. Padahal, kini Indonesia disebut tengah mengalami krisis striker lokal.

Penulis: Ferry Tri Adi

Minimnya kesempatan yang diberikan kepada striker lokal turut mengikis kualitas ujung tombak Tanah Air. Klub lebih memilih menurunkan pemain asing di pos tersebut.

Jika ditarik ke belakang, Indonesia justru punya stok striker lokal melimpah. Dimulai dari era setelah kemerdekaan atau 1950-an, Ramang menjadi striker tenar yang namanya harum hingga kini.

Dulu, dengan berbekal skema 2-3-5, Ramang menjadi ujung tombak. Ia didampingi Djamiaat Dalhar dan Sian Liong di sisi kiri dan kanan. Sementara di kiri luar dan kanan luar bediri Saari dan Witarsa.

Baca Juga:

Ramang menjadi target man dan goal getter lewat tembakan keras dan kecepatan larinya. Ia melengkapi tugas rekannya, Djamiaat dan Sian Liong, yang lebih fokus bergerak mencari ruang.

Setelah era itu, Indonesia tak berhenti melahirkan striker lokal. Sebut saja beberapa nama tenar, semisal Soetjipto Soentoro, Risdianto, Bambang Nurdiansyah, Ricky Yakob, Bambang Pamungkas, Kurniawan Dwi Yulianto, Rochy Putiray, Widodo C Putro, Ilham Jaya Kesuma, Gendut Doni Christiawan, Budi Sudarsono, Indriyanto Nugroho, Zaenal Arif, hingga Boaz Solossa.

Lalu, pertanyaannya, mengapa kini Indonesia terkesan sulit memiliki striker lokal dengan kualitas mumpuni? Ada beberapa faktor menjawab hal itu.

Pertama, tak lain soal kesempatan bermain. Menurut Bambang Nurdiansyah, ekspektasi tinggi yang dibebankan manajemen klub membuat pelatih tak ingin bereksperimen. Para juru taktik lebih memilih menurunkan pemain asing yang sudah jelas kualitasnya.