Evaluasi Pelatih soal Duel Anthony dan Jonatan hingga Tunggal Putra Pelatnas

By Delia Mustikasari - Rabu, 27 September 2017 | 12:30 WIB
Pelatih kepala tunggal putra nasional, Hendry Saputra (tengah) berpose dengan Jonatan Christie (paling kiri) dan Anthony Sinisuka Ginting setelah menjalani final Korea Terbuka di SK Handball Stadium, Minggu (17/9/2017). (BADMINTON INDONESIA)

 

Setelah pertandingan final, apa yang anda sampaikan kepada Ginting dan Jonatan?
Ini ujian pertama dan mereka lulus, di stage pertama ya. Dari persiapan, kalian bisa menciptakan all Indonesian final. Saya baca-baca, katanya sudah delapan tahun belum pernah terjadi all Indonesian final tunggal putra di level super series.

Paling tidak kalian telah membuat tim tunggal putra punya harapan ke depannya, bukan cuma untuk kalian, tetapi untuk PBSI, Indonesia dan regenerasi pemain-pemain yang lebih muda. Lulus, tapi tetap ada catatan bahwa mereka harus lebih percaya diri. Di Jepang (Terbuka), coba semaksimal mungkin, sampai kamu sudah tidak sanggup lagi.

Menurut coach Hendry, apakah di usia mereka, mental Ginting dan Jonatan bisa dibilang bagus?
Mereka sudah pernah mengalahkan pemain-pemain dunia, tapi belum stabil karena faktor umur. Dari 2015-2017 sudah cukup banyak kemajuan, ya walaupun level kematangan kalau dibandingkan dengan Lee Chong Wei, Lin Dan, Chen Long, masih perlu waktu. Berapa lama? tergantung atletnya, seberapa dia mau? Ilmu sehebat apapun susah kalau atletnya nggak punya kemauan.

Bagaimana cara coach Hendry memoles mental mereka?
Mental datang dari cara berpikirnya. Kembali lagi ke persiapan, kalau persiapan bagus, dia akan positive thinking selama pertandingan. Kami jelaskan ke mereka, latihan sudah bagus, cara pikirnya juga bagus, tunjukan hasil latihanmu.

Tidak gampang untuk mengarahkan mereka tidak berpikir negatif. Di Korea saya perhatikan kekuatan mentalnya ada kemajuan, dari mana? Saya lihat fighting spirit-nya, daya juang, body language terlihat, contohnya teriak di lapangan, ini ada pengaruhnya dengan mental.

Apa yang terjadi di Jepang Terbuka?
Lelah pasti ada, tetapi saya tidak mau masuk ke ranah ini. Ikut dua turnamen, yang kedua pasti capek, saya bilang ke mereka, jangan kasih saya alasan yang sudah jelas jawabannya.

Misalnya es itu dingin, sudah tahu dingin, jadi jangan ditanya lagi apakah es itu dingin? Main di Jepang habis dari Korea pasti capek, daya tahannya, kecepatan, fokus, feelingnya, footwork-nya, nggak sama. Sedangkan yang lain, sudah berambisi untuk mengalahkan pemain kita.

Di Jepang saya lihat mereka sudah berusaha, Jonatan lawan Kenta (Nishimoto – Jepang) sudah leading, sudah setting, ya standard mereka belum kualitas tinggi untuk back to back turnamen, masih perlu waktu.

Dari tiga pemain tunggal, sekarang Ginting dan Jonatan sudah menapaki final level super series, bagaimana dengan Ihsan yang kini sedang cedera?

Sampai sekarang di benak saya, Ihsan juga merupakan pemain yang saya harapkan. Bertiga tetap harus solid. Kalau cedera, itu diluar kuasa saya. Sepulang dari Jepang, saya akan cek cedera otot perutnya.

Saya sudah diskusi dengan Ihsan via whatsapp mengenai rencana saya setelah dia pulih supaya dia bisa kembali seperti yang dulu. Saya yakin dengan kelas permainan seperti Ihsan, saya tidak perlu khawatir. Target saya mengembalikan tiga andalan di tunggal putra, ini bagian dari persiapan pra kualifikasi Thomas Cup tahun depan.