Israel, Sebagai Sebuah Tim yang Hilang dari Kancah Sepak Bola Asia

By Intisari Online - Kamis, 7 Juni 2018 | 16:11 WIB
Gelandang Spanyol, Jonathan Viera (kanan), berebut bola dengan bek Israel, Eytan Tibi, dalam laga Grup G Kualifikasi Piala Dunia 2018 Zona Eropa di Stadion Teddy, Yerusalem, pada 9 Oktober 2017. (THOMAS COEX/AFP)

Lalu Erno Erbstein yang merupakan co-manager dari Torino meninggal pada akhir 1940-an setelah kecelakaan udara tahun 1949.

Baik Israel maupun Iran adalah tim Asia tampil menonjol melampaui ambisi Australia untuk lolos ke putara Piala Dunia dari 1974 hingga 2006.

Israel dikeluarkan dari Konfederasi Sepakbola Asia

Meskipun memiliki letak geografis di Asia Barat, Israel dikeluarkan dari Konfederasi Sepak Bola Asia pada tahun 1974.

Setelah terlibat mosi oleh Kuwait untuk mengusir negara Yahudi hingga dilakukan pemungutan suara dengan hasil 17-13.

Pengusiran itu terjadi setelah bertahun-tahun ketegangan muncul, proyek Zionis Israel dan tumbuhnya ekspresi nasionalisme pan-Arab dan solidaritas dengan rakyat Palestina.

Dari Perang Enam Hari pada tahun 1967, dan penerapan Resolusi Khartoum oleh para pemimpin negara Arab yang menolak legitimasi Israel sebagai negara berdaulat dan tak lama setelah itu, hal-hal yang terlihat tampak membuat israel semakin suram.

Cita-cita olahraga sebagai sarana memperbaiki pagar dan membangun jembatan mengambil tempat di belakang untuk hubungan politik dan citra olahraga sebagai medan pertempuran nasionalis.

Hal ini diilustrasikan secara mengerikan oleh pembantaian saat Olimpiade Munich tahun 1972 di mana 11 atlet Olimpiade Israel dibunuh oleh kelompok September Hitam Palestina.

Hingga akhirnya, Israel akhirnya menemukan rumahnya ketika UEFA menerimanya kembali pada tahun 1992.

Meskipun Israel sekarang menjadi bagian dari UEFA, FA Palestina telah mengisyaratkan sedang mempertimbangkan melobi FIFA untuk mengusir Israel sebagai negara anggota dari badan sepakbola dunia.

Namun, kenyataannya adalah, bahwa Israel tidak mungkin dikeluarkan dari FIFA, tetapi tekanan dari Palestina, pendukung mereka, dan beberapa penolakan halus dari sesama anggota UEFA mungkin melihat Israel harus mengubah kebijakannya untuk sedikit lebih akomodatif terhadap ambisi sepakbola Palestina di panggung internasional. (Afif Khoirul M)