Basket Perempuan: Tak Terlihat Seperti Warna Udara

By Eko Widodo - Selasa, 10 Juni 2014 | 00:26 WIB
Pertandingan Tomang Sakti lawan Surabaya Fever di Speedy WNBL Indonesia 2014.
Fernando Randy
Pertandingan Tomang Sakti lawan Surabaya Fever di Speedy WNBL Indonesia 2014.

Bola basket perempuan itu seperti udara. Tak bisa dilihat dengan kasat mata, namun bisa dirasakan sepanjang manusia masih bernyawa. Bola basket perempuan itu cenderung diabaikan di seluruh penjuru dunia, namun memegang peranan penting dalam regenerasi bola basket dunia.

Bola basket perempuan tak bisa dilepaskan dari sejarah diskriminasi perempuan dalam olah raga. Dalam kesetaraan gender, wanita memang lebih dibatasi dalam berolah raga hampir di semua belahan bumi. Tengoklah fakta-fakta yang diedit Ilse Hartmann-Tews dan Gertrud Pfister dalam sebuah buku bagus berjudul 'Sport and Women: Social Issues in International Perspective'.

Buku itu mengkaji sejarah dan perkembangan olah raga untuk perempuan di beberapa negara seperti Norwegia, Inggris Raya, Jerman, Prancis, Spanyol, Rep. Ceska, Tanzania, Afrika Selatan, AS, Kanada, Brasil, Kolombia, Iran, Tiongkok, Jepang, dan Selandia Baru. Banyak ragam fakta yang terpapar.

Di Brasil misalnya. Negeri penghasil pebola voli hebat dan cantik-cantik ini ternyata sampai tahun 1940-an sama sekali melarang wanita berolah raga. Aktivitas olah raga masih dilarang di sana sampai tahun 1960-70an.

Atau di Inggris, yang memisahkan olah raga untuk wanita bangsawan atau kaum proletar. Tenis itu olah raga milik bangsawan maka harus dimainkan dengan anggun, sopan, dan penuh aturan. Berbeda dengan Selandia Baru dan Norwegia yang mengizinkan hoki dan bola tangan sebagai representasi perempuan sehat.

Makin kuatnya dorongan kesetaraan gender, membuat olah raga akhirnya boleh dimainkan siapa saja, tanpa memandang jenis kelamin. Komite Olimpiade Internasional (IOC) menegaskan itu dalam salah satu butir Olympic Charter. Benarkah setelah era itu wanita lebih dipandang dalam percaturan olah raga?

Michael A. Messner, seorang profesor sosiologi yang mendalami studi gender di University of Southern California (USC), meneliti bahwa media lebih suka meliput dan menayangkan olah raga pria daripada perempuan. Ini beberapa data temuannya.

"Pada turnamen bola basket mahasiswa tertinggi NCAA, March Madness 2009, tiga jaringan televisi di California menayangkan 60 liputan bola basket pria. Berapakah untuk wanita? Nol, alias tidak ada."

"ESPN SportsCenter menayangkan empat tayangan bola basket perempuan saat itu dengan total waktu 1:12 alias 1 menit 12 detik dalam waktu dua pekan. Dalam waktu yang sama, ESPN SportsCenter menayangkan 40 liputan basket NCAA pria dengan total waktu 1:37! Bukan 1 menit 37 detik lho melainkan 1 jam 37 menit!

Harus diakui memang ada perbedaan antara bola basket perempuan dengan pria. Yang paling mencolok adalah ukuran bola. Pria memakai bola nomor 7 sedangkan perempuan 6. Juga dengan cara bermain. Pria cenderung mengeksplorasi jiwa maskulin-nya dengan gerakan eksplosif dan akrobatik. Pria bertanya dan langsung menjawab, nice dan simpel.


Editor : Eko Widodo
Sumber : -


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X